Perempuan Kulik Sialang, melalui kelas menulis siang itu tanggal 16 Januari 2020 berada dalam balutan udara dingin tanpa sinar matahri melaksanakan aktivitas sesuai agenda kelompok. Kelas menulis ini bertujuan agar para perempuan Kulik Sialang dapat mengangkat narasi pengetahuan dan pengalaman mereka secara mandiri. Dari kelas belajar ini mereka memproduksi tulisan tentang bagaimana pentingnya lahan bagi mereka, juga tentang peran mereka dalam kerja-kerja produksi di kebun dan di rumah.

Seperti aktivitas kelas belajar sebelumnya, kegiatan ini ramai dihadiri oleh kelompok perempuan Kulik Sialang dan dilakukan dengan gembira. Suasana dinginnya dusun mampu dibiaskan oleh canda tawa perempuan Kulik Sialang yang sebelumnya tidak pernah menulis kemudian diajak untuk menulis bersama 2 orang instruktur yang membimbingnya yaitu Dedek Hendry dari Lembaga Kajiaan Advokasi dan Edukasi  (LivE)  Indonesia, juga aktif sebagai jurnalis The Jakarta Post dan  Harry Siswoyo ketua Aliansi Jurnalis Independen. Suara nyaring dan tertawa lepas perempuan membuat asyik kelas belajar hingga tak terasa seperti sedang berada dalam kelas belajar. Keakraban kelompok perempuan Kulik Sialang yang sudah terjalin sejak sekian lamanya ini juga menambah keseruan ketika beraktivitas menulis bersama. Seperti tidak ada lelahnya, mereka selalu saja antusias dalam kegiatan apapun, bermain Volly dan belajar bersama misalnya. Tak ada sedikitpun ketidak inginan mereka untuk ingin tahu dan menjadi cerdas di usia yang tidak lagi muda.

Kelas menulis ini di awali dengan membuka pemikiran dan menyadarkan perempuan tentang pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki, pentingnya menulis dan menunjukkan pengetahuan alamiah  dari pengalaman yang dimiliki perempuan. Kegiatan menulis bersama kelompok perempuan Kulik Sialang ini dilakukan bertahap, mulai dari memancing keberanian diri perempuan untuk menunjukkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, trik-trik dalam membuat tulisan sampai dengan membuat sebuah tulisan.

Bermula dari ide tentang tanah atau lahan perkebunan kelompok perempuan, lalu menentukan topik yang akan dimuat dalam tulisan mereka, kemudian menyusunnya menjadi sebuah tulisan buah karya mereka sendiri. Tentu saja, periksa kembali tulisan mereka menjadi point yang tidak boleh dilewatkan sebelum akhirnya mereka mempublikasikan tulisan mereka.

Tanah bagi perempuan Kulik Sialang adalah kehidupan, tempat hidup dan mencari nafkah. Tanah tinggal dan kelola masyarakat Kulik Sialang sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari rumah tangga, kebutuhan biaya dan belanja rumah tangga hingga sebagai warisan masa depan. Sartini sebagai perempuan Kulik Sialang berusia 27 tahun berperan dalam aktivitas perkebunan sekaligus rumah tangga yang telah dianugerahi seorang putra kelas 2 Sekolah Dasar, di dalam tulisannya menganalogikan tanah seperti jantung, memompa darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Jika jantung berhenti berdetak maka matilah raga itu. Begitulah tanah, jika tanah diambil pihak lain maka kehidupan keluarga mati. Kulit hitam manisnya memberikan tanda kegigihan Sartini dalam berperan ganda sekaligus pada aktivitas perkebunan dan aktivitas domestik (rumah tagga).

Para perempuan Kulik Sialang lainnya berusia rata-rata >35 tahun yang tergabung dalam kelompok, dalam tulisannya juga sepakat bahwa tanah sangat penting. Dari tanahlah masyarakat Kulik Sialang dapat hidup, mencari rezeki, membiayai pendidikan anak dan membiayai kebutuhanlainnya. Tidak terbayangkan oleh mereka jika tanah pertanian yang sudah mereka miliki dan kelola sejak tahun 1995 tersebut benar-benar menjadi milik perusahaan. Masyarakat yang tadinya dapat mengelola lahan sendiri, mengatur sendiri kesesuaian aktivitas perkebunan dengan waktu yang mereka miliki, serta hal yang penting adalah menikmati hasil kebun sendiri sehingga dapat mengurangi beban biaya belanja rumah tangga sehari-hari, malah menjadi tidak nyaman karena memperoleh pendapatan dari upahan, menumpang hidup di tanah orang dan hal-hal menyeramkan lainnya terbayang di benak mereka.

Bukan tanpa alasan perempuan Kulik Sialang berani menyarakan Hak Atas Tanah mereka denga lantang, gagah berani akibat masuknya HGU PT. Ciptamas Bumi Selaras di atas tanah mereka. Kesemenahan perusahaan sawit itu telah menyakiti jerih payah masyarakat Kulik Sialang sejak tahun 1995 membangun serta mengelola tanah yang dulu kondisinya masih hutan rimba, sampai akhirnya mereka mulai kelola dengan menanami kopi, lada, karet, pinang, cabe, dan lain-lain seperti saat ini.

Begitulah sedikit banyaknya narasi yang tertuang dalam tulisan para perempuan Kulik Sialang. Semangat dan antusias perempuan dalam kelas menulis tersebut memberi bukti bahwa perempuan Kulik Sialang memiliki hasrat yang kuat untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Sekarang, melalui kelas menulis ini perempuan Kulik Sialang akan terus berkembang dalam memproduksi narasi-narasi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka. Narasi tentang tanah tinggal dan kelola mereka juga berpotensi besar untuk terus dinarasikan oleh perempuan Kulik Sialang sebagai peningkatan kapasitas dan keberanian mereka dalam menyuarakan Hak Atas Tanah mereka.