Februari 2022

Oleh Genesis Bengkulu

Dua perusahaan dengan komoditi Emas tengah berlomba mempersiapkan izin Eksploitasi di Kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul dan Hutan Lindung Bukit Rajamandara di wilayah administrasi Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Dua perusahaan tersebut yakni PT. Energi Swa Dinamika Muda dan PT. Perisai Prima Utama.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kandungan emas pada wilayah tersebut diyakini memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kandungan emas PT. Freeport di Timika Papua.

Tidak main-main, PT.  Energi Swa Dinamika Muda memiliki luasan 30.010 hektar yang berada di wilayah adminitrasi Kabupaten Seluma dengan status ekplorasi sejak tahun 2010 sedangkan PT. Perisai Prima Utama memiliki luasan 64,964 hektar yang berada di Provinsi Sumsel dan Provinsi Bengkulu (Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan) telah memegang izin ekplorasi sejak tahun 2014.

Bahayanya kedua perusahaan ini berada di jalur patahan sesar semangka tepatnya di Segmen Manna dan berada di hulu delapan sungai besar di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan yang terdiri dari Sungai Air Talo Besak, Sungai Air Alas, Sungai Air Alas Tengah, Sungai Air Alas Kanan, Sungai Air Pino, Sungai Air Manna, Sungai Air Nelegan Tengah, Sungai Air Bengkenang.

Direktur Genesis Bengkulu, Egi Ade Saputra berpendapat bahwa Dengan aktivitas perusahaan yang direncanakan akan dilakukan secara undergroud akan menimbulkan bencana baru bagi masyarakat seperti meningkatkan potensi bencana gempa bumi karena berada tepat di patahan sesar semangka,  bencana longsor, penurunan permukaan tanah, penurunan fungsi pokok kawasan hutan secara permanen dan pencemaran lingkungan (tanah, udara, air) akibat penggunaan bahan kimia.

Menurutnya, hadirnya kedua perusahaan ini di hutan lindung mengancam kelestarian dan keselamatan kawasan hutan tersebut yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

“Jika hadirnya kedua pertambangan emas ini dianggap dapat menghadirkan lahan pekerjaan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat,  Ini hanya janji manis palsu semata. Justru hal ini mengancam masyarakat masyarakat yang berada di bawahnya dalam bencana ekologis seperti erosi, banjir bandang, gempa dan lainnya” ujarnya.

Hal ini sama seperti yang dirasakan warga Kabupaten lebong, akibat aktivitas tambang Emas milik PT Tansri Madjid yang beroperasi secara underground menimbulkan masalah baru bagi warganya seperti meningkatkan potensi bencana gempa bumi karena berada tepat di patahan sesar semangka,  bencana longsor, penurunan permukaan tanah, penurunan fungsi pokok kawasan hutan secara permanen dan pencemaran lingkungan (tanah, udara, air) akibat penggunaan bahan kimia. Mengancam keselamatan para pekerja di karenakan kekurangan oksigen dan keracunan gas beracun.

Dalam ketentuan Pasal 10 Ayat (7) PerMen LHK RI No P.7/Menlhk /Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Perubahan atas Permen LHK Tahun 2018 tentang Pedoman pinjam pakai kawasan hutan yang menyebutkan, kuota IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) bagi kegiatan pertambangan mineral dan batubara pada kawasan hutan lindung hanya 10% dari luasan kelompok Hutan Lindung yang bersangkutan. Kemudian, dua perusahaan ini bersaing mendapatkan izin IPPKH agar dapat meningkatkan statusnya menjadi eksploitasi.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Hutan tidak seharusnya memberikan dan mengeluarkan IPPKH bagi kedua perusahaan ini. Karena saat ini dua perusahaan belum melakukan operasi produksi saja,  banjir bandang telah terjadi di desa-desa di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan akibat rusaknya kawasan hutan yang berada di hulu sungai. Apalagi jika dua perusahaan sudah melakukan operasi produksi.

Bencana banjir bandang diantaranya melanda Desa Selingsingan, Desa Suka Rami, Desa Padang Pelasan, Desa Jenggalu, Desa Muara Timput, Desa Pasar Seluma Kabupaten Seluma yang telah merendamkan 120 rumah dan 13 hektar sawah. Lalu ada Desa Telaga Dalam, Desa Cinto Mandi dan Desa Bandar Agung yang mengakibatkan longsor dan 33 rumah terendam banjir.