“Sudah 3 tahun terakhir ini panen kopi menurun tidak seperti sebelum ada sawit dulu. Tanamannya juga menguning”, pernyataan perempuan bernama Musleha membuka obrolan pagi bersama Kelompok Perempuan Pelestari Bukit Kayangan.

Perempuan cantik dengan kerutan yang menjadi perhiasan diwajahnya itu tidak mengetahui secara pasti mengapa tanaman kopinya menjadi menurun kualitas dan kuantitasnya semenjak tanaman sawit  telah masuk mendominasi perkampungan. Namun, dia tau pasti jika ada perubahan sebelum dan setelah perkebunan sawit skala besar milik PT. Ciptamas Bumi Selaras itu masuk ke perkampungan. Jika selama ini dia sebagai perempuan yang telah puluhan tahun tinggal dan mengelola tanah di Dusun Kulik Sialang merasakan perbedaan udara yang semakin panas, jalan rusak, hama babi menyerang hingga permukiman, debit air berkurang dan keruh jika hujan turun, maka kali ini Musleha mengaku perubahannya telah merambat pada kualitas dan kuantitas hasil panen kopinya yang menurun.

Ansori, Kepala Desa Muara Dua juga mengalami penurunan kuantitas hasil panen kebun kopinya. “Tahun ini hasil panen tidak sampai 15 ton. Padahal panen sebelumnya bisa sampai 15 ton sekali panen. Bahkan selalu terjadi penurunan setiap kali panen”, ungkapnya sambil menghembuskan asap yang diyakini memiliki rasa.

Dusun Kulik Sialang yang secara administrasi terletek di Desa Muara Dua merupakan daerah perbukitan karena menjadi dusun penyanggah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Diketahui Dusun Kulik Sialang memiliki Bukit Kayangan dengan ketinggian berdasarkan aplikasi Android Altimeter 773 MDPL sebagai sumber air masyarakat. Berdasarkan hasil analisis Genesis Bengkulu dengan memanfaatkan data peta pertanahan ATR/BPN Provinsi Bengkulu, diketahui Seluas 6,76 HA dari 51.59  HA Bukit Kayangan telah dimasuki izin konsesi perkebunan Kelapa sawit  skala besar milik PT. Ciptamas Bumi Selaras dan telah ditanami. Sedangkan topografi HGU CBS di wilayah Kulik Sialang dan Muara Dua berdasarkan analisis ketinggian menggunakan Google Earth merupakan lahan dengan kemiringan tertinggi hingga 49%.

Padahal Dari hasil analisis data tahun 2008- 2015 menunjukkan produktivitas tanaman kelapa sawit pada topografi lahan yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara lahan datar dan lahan miring pada jenjang nyata 5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produktivitas kelapa sawit lahan datar lebih baik daripada lahan miring. Diduga pada lahan datar pertumbuhan tanamannya lebih baik karena pemeliharaannya lebih mudah, tercukupinya kebutuhan sinar matahari. Mangoensoekarjo dan Semangun (2000) mengatakan bahwa intesitas penyinaran matahari untuk pertumbuhan kelapa sawit yang optimal diperlukan sekurang-kurangnya 5 jam penyinaran per hari sepanjang tahun, selain itu unsur hara tercukupi karena unsur hara yang diberikan melalui pemupukan resiko kehilangannya sedikit. Sedangkan pada lahan miring produksinya rendah diduga karena tanaman tidak tumbuh dengan baik, pemeliharaannya lebih sulit dibandingkan lahan datar, kurangnya sinar matahari karena tajuk tanaman yang saling menutupi sehingga proses proses fotosintesis terganggu. Unsur hara yang diberikan melalui pemupukan tidak bisa diserap dengan baik karena pada lahan miring pupuk terbawa oleh air permukaan ketika datangnya hujan sehingga pupuk yang terkandung di dalam tanah lama kelamaan akan habis tanpa dimanfaatkan oleh tanaman. (Boby Rahman Hasibuan, dkk. Kajian Pengaruh Topografi Terhadap Produksi Kelapa Sawit Di Pt. Gunung Sejahtera Yoli Makmur (Gsym) Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Jurnal Agromast, Vol. 3, No. 1, April 2018)

Nuzul Hijri D, dkk (2017 : 128) menyimpulkan bahwa terdapat beberapa karakteristik tanaman sawit di dataran tinggi berbeda dengan tanaman di dataran rendah yaitu:

  1. Pertumbuhan meninggi batang yang lebih cepat sehingga tanaman akan lebih tinggi
  2. Periode tanaman belum menghasilkan (TBM) yang lebih lama
  3. Prduktivitas tanaman yang lebih rendah (dengan perlakuan kultur teknis yang sama)
  4. Kualitas minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) yang lebih rendah
  5. Kualitas kayu yang lebih rendah (dari sisi kekuatan, kekerasan, MOE, MOR)

(Nurul Hijri Darlan, dkk. Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit di Dataran Tinggi. Warta PPKS 2017, 22 (3) 122-129)

Maka dari kesimpulan ini diketahui bahwa karakteristik tanaman sawit di dataran tinggi tidak lebih baik daripada di dataran rendah.

Jika produktivitas sawit pada lahan miring tidak lebih baik dibandingkan lahan datar dan jika karakteristik sawit di dataran tinggi tidak lebih baik dibandingkan di dataran rendah, maka dapat dibayangkan bahwa melakukan aktivitas perkebunan sawit skala besar di Dusun Kulik Sialang dan Desa Muara Dua sebenarnya tidak akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan melakukan aktivitas perkebunan di daerah lainnya yang memiliki lahan datar. Jika demikian, seharusnya “keuntungan besar” bukanlah menjadi alasan untuk membuka praktik aktivitas perkebunan skala besar di dusun tersebut.

Dari hasil penelitian mengungkap struktur tanah pada sawit adalah gersang karena tanaman yang banyak membutuhkan air untuk kebutuhan hidupnya yang mencapai 10 L/hari, dari itu bisa kita pastikan banyaknya air yang diserap tanaman sawit menyebabkan tanah kering. Sedangkan, struktur tanah pada lahan kopi terdiri dari sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat fisik berkaitan dengan unsur hara dan dilihat dari hasil analisis 16 unsur tingkat keasaman pH nya sangat masam sedangkan yang dikehendaki tanaman kopi robusta 4,5-6,5 sedangkan kopi arabika adalah pH 5,5-6,7 (netral), perlu juga diberi pupuk urea/. Kopi memerlukan kegemburan tanah yang dipengaruhi oleh kadar lengas/ ketersediaan air tanah, pabila KL yang cukup sehingga keadaan nya lembab dan sejuk, tapi kadar air yang tersedia lebih sedikit dari hutan karna tanah kopi telah melalui proses pengolahan dan penanaman. (Indri Puspika, dkk. Analisis Perubahan Struktur Tanah Dari Lahan Kopi Menjadi Lahan Sawit Di Desa Sukarami Kecamatan Lintang Kanan. Jurnal Georaflesia, Vol : 1, No : 1, Juni 2016)

Berdasarkan informasi ini kita mengetahui bahwa, tanah yang ditanami kopi adalah tanah lembab dan tanah yang ditanami sawit adalah tanah gersang. Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, dapat pula kita ketahui bahwa tanah Dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua tempat masyarakat bertani kopi  merupakan tanah lembab yang terancam gersang karena ditanami sawit skala besar oleh PT. Ciptamas Bumi Selaras.

Sementara itu, diketahui ketika Kelompok Perempuan Pelestari Bukit Kayangan melakukan telusur ruang hidup beberapa bulan yang lalu bahwa mereka menemukan Batu bara di wilayah Rumbai Abu di Dusun Kulik Sialang tepat di perkebunan warga. Sedangkan pada wilayah Bukit Kayangan tempat sumber air kampung tersebut terkandung mineral pasir besi. Informasi ini diketahui dari kepala dusun yang pernah di datangi oleh pihak perusahaan yang sedang melakukan penelitian pada wilayah tersebut dengan tujuan bernegosiasi terkait pasir besi. Sementara itu, kepala Desa Muara Dua menginformasikan bahwa desa mereka adalah wilayah yang mengandung emas. Beberapa kali saja dia menemukan batu yang merngandung emas di sekitar desanya. Berdasarkan informasi ini maka dapat kita ketahui bahwa Dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua di Kecamatan Nassal ini terkandung batu bara, pasir besi dan emas.

Tanaman sawit yang tidak lebih baik produktivitas dan karakteristiknya ketika ditanam di daerah perbukitan, tanah yang akan menjadi gersang akibat ditanami sawit dan terdapatnya 3 sumber daya alam berupa batu bara, emas dan pasir besi di Dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua menjadikan adanya peluang untuk dapat dilakukan permohonan izin dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Terhadap HGU dapat dilakukan peralihan Hak kepada pihak lain, hal ini sesuai dengan Pasal 6 PP No 40 Tahun 1996.  Peralihan dapat dilakukan dengan cara Jual Beli, Tukar Menukar, Penyertaan dalam Modal, Hibah, Pewarisan. Namun tetap kegiatannya tidak boleh keluar dari konteks pertanian, peternakan dan perikanan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan hapusnya HGU ( PP No 40 Tahun 1996):

  1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya.
  2. Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:
  3. Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan.
  4. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
  5. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
  6. Ditelantarkan
  7. tanahnya musnah

Hal ini mengakibatkan tanah tersebut kembali dikuasai oleh Negara. Terhadap tanah yang telah di kembalikan ke negara dapat diajukan permohonan izin oleh perusahan lainnya. Termasuk izin usaha pertambangan. Terhadap prosedur pengajuan izin pertambangan ini sesuai dengan UU 3 Tahun 2020 dan aturan turunannya. Artinya, Tanah Eks HGU dapat di ajukan permohon IUP oleh perusahaan lain yang bukan perusahan pemegang HGU sebelumnya dan/atau kemungkinan kecil oleh perusahaan pemegang HGU sebelumnya dengan syarat tanah tersebut telah kembali kepada negara.

Membaca dari situasi keberadaan perusahaan perkebunan sawit skala besar di daerah perbukitan, potensi sumberdaya alam yang terkandung di Dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua dan skema peralihan izin yang diberlakukan negara, akankah terjadi permohonan  izin dari HGU menjadi IUP di Dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua di masa mendatang?