Seluas 46.345,27 ha hutan Bentang Alam Seblat telah terdegradasi dan dialih fungsikan menjadi bukan hutan, bahkan 15.904,27 ha diantarannya dirubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

“Temuan ini Genesis Bengkulu dapatkan dari hasil analisis spasial dengan memanfaatkan data tutupan lahan Map Biomas Indonesia (MBI) tahun 2019” Kata Egi Saputra

Bentang Alam Seblat adalah barisan hutan Provinsi Bengkulu yang berada di Bentang Alam Bukit Barisan. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, hutan ini membentang dari kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Majunto hingga Sungai air ketahun dengan luasan tidak kurang dari 323.000 ha. Berdasarkan perhitungan terperinci yang Genesis Bengkulu lakukan dengan memanfaatkan polygon kawasan hutan Provinsi Bengkulu SK. 784 Tahun 2012 menggunakan perhitungan luasan spasial melalui aplikasi ArcGis, Bentang Alam Seblat memiliki luasan 335.025,18 hektar yang terdiri dari kawasan hutan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat 212.846,67 ha, TWA Seblat 7.737,12 ha, HPT Air Ipuh I 19.659,88 ha, HPT Air Ipuh II 16.734,87, HPT Air Majunto 24.810,95 ha, HPT Lebong Kandis 28.558,85 ha, HP Air Dikit 2.252,85 ha, HP Air Teramang 4.818,52 ha, HP Air Rami 14.010,01 ha, HPK Air Dikit 556,08, HPK Air Majunto 2.329,34 ha, dan HPK Seblat 710,77 ha.

Bentang Alam Seblat menjadi rumah bagi berbagai jenis fauna dan flora termasuk didalamnya spesies kunci terancam punah seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung menyebutkan jumlah populasi Gajah Sumatera tidak kurang dari 70 ekor dan Harimau Sumatera tidak kurang dari 17 ekor.

Berdasarkan hasil temuan Tim Patrol Konsorsium Bentang Alam Seblat yang terdiri dari lembaga Kanopi Hijau Indonesia, Lingkar Inisiatif dan Genesis Bengkulu dengan wilayah konsentrai 80.987 ha hutan Bentang Alam Seblat, menemukan 439 titik satwa terancam punah diantaranya Gajah Sumatera 46 titik, Harimau Sumatera 45 titik, Macan Dahan 11 Titik, Beruang Madu 31 titik, Tapir Asia 65 titik, Kijang 5 titik, Rusa 65 titik, Siamang 98 titik, Burung Kuau 38 titik, dan Burung Rangkong 70 Titik.

Bentang Alam Seblat juga memiliki peran penting sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon dan menjadi hulu bagi 46 sungai yang menjadi sumber pengairan untuk kebutuhan harian hingga kebutuhan lahan pertanian bagi masyarakat Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara.

Bentang Alam Seblat yang terdiri dari kawasan hutan negara, memiliki berbagai pemangku kawasan di bawah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang memiliki peran dan tugas untuk mengamankan kawasan hutan ini. Untuk kawasan TN Kerinci Seblat dalam pengawasan dan pengamanan Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), TWA Seblat dalam pengawasan dan pengamanan BKSDA Bengkulu-Lampung, sedangkan kawasan Hutan Produksi dalam pengawasan dan pengamanan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu melalui unit tugas KPHP Mukomuko dan KPHP Bengkulu Utara.

Pentingnya fungsi ekologis yang dimiliki oleh kawasan hutan Bentang Alam Seblat, sehingga dibentuklah Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) Bentang Seblat dengan luasan wilayah 29.091 ha yang membentuk sebuah Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) melibatkan semua lintas sector dari pemangku kebijakan tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten, Pemangku kawasan hutan, Perusahaan sekitar kawasan, masyarakat sekitar kawasan hutan dan penggiat lingkungan dan satwa.

Meskipun hutan Bentang Alam Seblat memiliki pemangku kawasan dibawah Kementrian LHK yang memiliki peran pengawasan dan pengamanan kawasan hutan hingga dibentuknya wilayah KEE pada kawasan hutan tersebut, namun kerusakan pada hutan Bentang Alam Seblat tidak dapat di hentikan.

Jika melihat kondisi Bentang Alam Seblat pada tahun 2000, hutan ini memiliki tutupan Hutan Alami 317.897,65 ha, Tumbuhan Bukan Hutan 2.510,04 ha, Lahan Pertanian 10.450,72 ha, Tidak Ada Vegetasi 104,76 ha, Sungai 20,12 ha dan Kelapa Sawit 4.041,89 ha. Data ini memperlihatkan ditahun 2000 seluas 17.107,41 ha Bentang Alam Seblat dalam kondisi tidak lagi hutan.

Tutupan hutan ini didapatkan melalui analisis spasial yang Genesis Bengkulu lakukan menggunakan data tutupan lahan Map Biomas Indonesia (MBI) https://mapbiomas.nusantara.earth yang merupakan sebuah palatfom yang berisikan klasifikasi dan transisi tutupan lahan indonesia dari  tahun 2000 hingga tahun 2019. Platfom ini dikembangkan oleh Auriga Nusantara dan Woods & Wayside Intertenational bersama Sembilan NGO local yang tersebar di seluruh kepulauan indonesia, salah satu timnya adalah Genesis Bengkulu.

Kondisi Bentang Alam Seblat semakin memburuk pada tahun 2019. Tutupan hutan ini berupa Hutan Alami 288.640,89 ha, Tumbuhan Bukan Hutan 9.561,51 ha, Lahan Pertanian 20.788,85 ha, Tidak Ada Vegetasi 90,64 ha, Sungai 39,02 ha dan Kelapa Sawit 15.904,27 ha. Ini artinya dalam 19 tahun Hutan Alami telah hilang seluas 29.256,76 ha sehingga terjadi peningkatan luasan tutupan bukan hutan mencapai 46.345,27 ha.

Jika kita melihat tutupan pohon hilang pertahun yang terjadi di Bentang Alam Seblat dengan memanfaatkan data Tree Cover Lost Global Forest Watch periode tahun 2001-2022. Telah terjadi kehilangan tutupan pohon di Bentang Alam Seblat seluas 44.961,03 ha, dengan rata-rata pertahun hilang seluas 2.043,68 ha atau 5,60 ha per hari.

Kondisi ini sangat miris dan menghawatirkan bagi keberlangsungan Bentang Alam Seblat. Percepatan kerusakan yang terjadi mengakibatkan rusaknya habitat satwa kunci Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera, sehingga semakin mendekatkan dua spesies ini dengan pintu kepunahan. Hal ini akan kembali terulang seperti yang dialami oleh satwa Badak Sumatera yang tidak lagi ditemui di Bentang Alam Seblat sejak tahun 2005.

Tidak hanya kepunahan satwa yang terjadi, rusaknya Bentang Alam Seblat semakin mendekatkan masyarkat yang tinggal dibawahnya dengan bencana alam. Berdasarkan data kebencanaan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dapat di unduh pada https://bengkulu.bps.go.id/statictable/2022/03/29/1200/jumlah-desa-kelurahan-yang-mengala.. menyebutkan, rentan tahun 2019-2021 telah terjadi bencana banjir pada Kabupaten Mukomuko sebanyak 34 kali.

Hasil pantauan Konsorsium Bentang Alam Seblat dalam kurun waktu satu tahun terakir menemukan sebayak 34 titik pembalakan baru yang terjadi di Bentang Alam Seblat pada wilayah konsentrasi konsorsium ini.

Menurut Iswadi selaku Kordinator Konsorsium Bentang Alam Seblat, berdasarkan hasil pendalaman informasi yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat diketahui bahwa Inisiasl RT sering muncul dari warga yang beraktivitas di dalam kawasan hutan. Inisial ini juga ditemukan pada sejumlah batang pohon sebagai penanda “kepemilikan” atas pohon tersebut. Dalam perannya, inisial RT yang diduga kuat oknum Kantor Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kabupaten Mukomuko memberikan semacam jaminan kepada orang per orang untuk membuka kawasan hutan dengan alasan kawasan tersebut akan dilepaskan melalui skema pelepasan kawasan hutan yang sekarang ini sedang berlangsung.

Ali Akbar Penanggungjawab konsorsium bentang alam seblat mempertegas bahwa ini adalah bentuk dari kejahatan mafia kehutanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan. Mereka harus diproses secara hukum.

Temuan Konsorsium Bentang Alam Seblat menandakan adanya musuh dalam selimut didalam tubuh Dinas LHK Provinsi Bengkulu. Sebagai pemangku kawasan yang semestinya menjadi garda terdepan dalam pengawasan dan pengamanan kawasan hutan, anggotanya malah menjadi mafia jual beli kawasan hutan.

Situasi ini mungkin menjadi penyebab tutupan kawasan Hutan Produksi Kabupaten Mukomuko dengan luasan 79.253,08 ha, 43 % atau setara dengan 34.072,74 ha telah berubah menjadi bukan hutan yang terdiri dari Tumbuhan Bukan Hutan 4.069,46 ha, Lahan Pertanian 15.175,83 ha, Tidak ada Vegetasi 10,11 dan Kelapa Sawit 14.827,45 ha. Sungguh situasi yang menghawatirkan.

Menyikapi kondisi yang menghawatirkan pada Bentang Alam Seblat, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan dengan bersama Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE), berada digarda terdepan dalam pelestarian habitat sekaligus satwa Gajah Sumatera yang berada di Kawasan Konservasi Bentang Alam Seblat hingga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Namun disisi lain, Gubernur Bengkulu mengusulkan seluas 13.334,26 ha hutan Bentang Alam Seblat untuk dilakukan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dari total usulan kepada Kementrian LHK seluas 122.012,09 ha yang akan dimasukan dalam rencana Revisi Tata Ruang Provinsi Bengkulu. Hutan Bentang Alam Seblat yang diusulkan tersebut terdiri dari TWA Seblat 1.750,72 HPT Air Ipuh I 1.210,75 ha, HPT Air Ipuh II 3.633,40 Ha, HPT Air Majunto 528,36 ha, HPT Lebong Kandis 1.200,00 Ha, HPK Air Majunto 2.011,03 ha. Situasi ini sangat ambigu, dimana satu sisi Gubernur Bengkulu menyatakan dia sebagai salah satu garda terdepan dalam penyelamatan Bentang Alam Seblat. Namun disisi lain, dia mengusulkan hutan Bentang Alam Seblat untuk disusulkan perubahan peruntukan dan penurunan fungsi kawasan hutan.

“Jika sepeti ini, keselamatan dan kelestraian Bentang Alam Seblat sebagai habitat terakir satwa Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera yang dicita-citakan hanyalah ilusi semata jika langkah keselamatan yang digaungkan oleh pemangku kebijakan dan pemangku kawasan hannya sebatas narasi bukan dalam bentuk aksi. Karena dalam menyelamatkan hutan dan satwa butuh aksi nyata, bukan sebatas narasi semata” kata Egi Saputra