Seluas 45.397,54 hektar atau setara dengan 61% Kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul diusulkan untuk dilakukan penurunan fungsi-ny oleh Bupati Seluma melalui Gubernur Bengkulu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui surat Nomor 522/953/DLHK/2021. Usulan ini akan mengancam fungsi penting dari kawasan dan semakin membuka luas pintu kerusakan terhadap kawasan hutan tersebut.

HL Bukit Sanggul memiliki total luasan 74.152,51 hektar. Berdasarkan fungsinya, hutan ini memiliki peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Maka tidak heran hutan ini menjadi hulu dari 10 sungai besar yang membentuk 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya DAS Kungkai, DAS Seluma, DAS Talo, DAS Alas, DAS Maras, DAS Selali dan DAS Pino. Selain itu juga menjadi sumber pengairan bagi 9.738,85 hektar areal persawahan (Data Genesis Bengkulu).

Hutan ini memiliki ketinggian yang cukup tinggi. Berdasarkan data ketinggian dan kelerengan Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia menyebutkan, hutan ini memiliki ketinggian dari 200 mdpl – 1.800 mdpl dengan tingkat kelerengan didominasi dari 25% – > 45% atau sama dengan kelas kelerengan curam hingga sangat curam. Karenanya HL Bukit Sanggul rawan akan bencana banjir bandang dan tanah longsor.

Namun faktanya saat ini, sebesar 56% HL Bukit Sanggul telah di kapling untuk kepentingan dua perusahaan pertambangan emas yakni PT. Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) seluas 29.736,21 hektar dan PT. Perisai Prima Utama seluas 12.102,32 hektar. Kedua perusaan hingga saat ini belum dapat melakukan aktivitas penambangan emas akibat wilayah izin mereka yang berada di kawasan hutan lindung.

Tetapi saat ini, seluas 45.397,54 hektar HL Bukit Sanggul diusulkan oleh Pemerintah Bengkulu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk diturunkan fungsinya. Usulan ini akan menjadi karpet merah bagi PT. ESDM dan PT. PPU untuk mendapatkan izin menambang pada kawasan hutan tersebut.

Padahal secara tutupan lahan berdasarkan data Map Biomas Indonesia menyebutkan, seluas  66.557,40 hektar atau setara dengan 90% HL Bukit Sanggul masih berupa tutupan hutan alami. Tidak seharusnya hutan ini dilakukan penurunan fungsi. Ditambah lagi dengan fungsi ekologis, ketinggian wilayah hingga kelas kelerengan kawasan, penurunan fungsi kawasan hutan ini hanya akan membuka pintu percepatan kerusakan dan ancaman aktivitas alih fungsi lahan hingga pertambangan.

Kondisi ini akan mendekatkan masyarakat 17 kecamatan Kabupaten Seluma (Kecamatan Semidang Alas Maras, Ilir Talo, Talo Kecil, Talo, Seluma Selatan, Seluma Timur, Seluma, Seluma, Seluma Barat, Semidang Alas, Ulu Talo, Air Periukan, Sukaraja, Seluma Utara, Lubuk Sandi) dan masyarakat 3 kecamatan Kabupaten Bengkulu Selatan (Kecamatan Pino, Ulu Manna, Pinoraya) dengan bencana alam ekologis, social hingga ekonomi.

“Penurunan fungsi kawasan hutan HL Bukit Sanggul lebih kental kearah kepentingan pertambangan emas ketimbang untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi tutupan lahan, ketinggian dan kelerengan kawasan, menjadikan rencana usulan ini tidak tepat dilakukan. Mereka PT. ESDM dan PT. PPU sejak lama mengincar izin operasi produksi pada wilayah tersebut, namun terhalang oleh aturan karena hutan tersebut memiliki fungsi lindung sehingga mereka tidak leluasa untuk menambang. Namun, momen revisi kawasan hutan bengkulu ini akan menjadi kendaraan mereka untuk memenuhi hasrat menambang di kawasan hutan HL Bukit Sanggul” Ungkap Egi Saputra Direktur Genesis Bengkulu.