Warga Simpang Batu Ngadu ke Gubernur, Takut Digusur PT. SIL

Jum’at 10 maret 2017

BENGKULU – Sebanyak 12 orang warga Desa Persiapan Simpang Batu Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara didampingi Walhi Bengkulu, sekitar pukul 10.00 WIB kemarin (9/3) mendatangi kantor Gubernur Bengkulu.

Kedatangan warga ini menuntut kejelasan desanya yang masuk ke dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT Way Sebayur yang diambil alih oleh PT Sandabi Indah Lestari (SIL) yang belum ada kejelasannya hingga saat ini.

Sayangnya, kedatangan warga Simpang Batu ini hanya diterima pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Administrasi Perekonomian Setda Provinsi Bengkulu, karena Gubernur Ridwan Mukti tidak berada di tempat.

Saat diwawancarai, Kepala Kepala Desa Simpang Batu, Koronwel mengatakan sebelumnya sudah ada kesepakatan antara warga dengan PT SIL yang berisi bahwa PT SIL siap memberikan lahannya itu untuk dijadikan desa sejak 2013 lalu.

“Warga merasa resah jika tiba-tiba pihak PT SIL merebut kembali tanah itu dan menggusur ribuan rumah masyarakat diatasnya,” ujarnya.

Diungkapkannya, penduduk yang berdomisili di desa tersebut cukup banyak yakni lebih dari 2.400 jiwa. Semua penduduk resah bila nantinya harus digusur,  sementara mereka tidak memiliki tempat tinggal lain. “Semua warga resah terkait lahan yang kami tempati sekarang yang sewaktu-waktu bisa saja diambil alih kembali,” jelasnya.

Diceritakan Koronwel, warga menguasai tanah sekitar 6000 hektar tersebut sudah berlangsung sejak 2004 lalu, ketika lahan tersebut dalam kondisi telantar atau tidak digarap oleh PT Way Sebayur.

“Dulu lahan tersebut telantar begitu saja sebelum akhirnya dikelola warga,” tambahnya.

Meski sejauh ini belum ada tanda-tanda PT SIL akan melakukan penggusuran, namun Koronwel mengaku warganya tetap selalu dihantui dengan kecemasan, karena dari segi hukum memang belum ada kejelasan atas tanah yang sudah dijadikan desa tersebut.

“Sampai sekarang desa itu belum bisa didefinitifkan, karena status tanahnya belum jelas kepemilikannya,” ujarnya.

Warga tidak hanya takut diusir dari tanah tersebut, namun juga khawatir akan rumah dan harta bendanya yang lain juga ikut dibongkar secara paksa. Sebab, setelah berdomisili sekitar 11 tahun, warga pun sudah mendirikan rumah dan bangunan lainnya.

“Kami sudah berdomisili lama di desa tersebut sehingga sudah mendirikan bangunan permanen, tidak terbayangkan kalau kami sampai digusur,” imbuhnya.

Koronwel meminta masalah ini untuk segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Bengkulu. Diakuinya pada tanggal 2 Maret 2017 warga sudah mengirim surat ke Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait permasalahan tersebut.

“Tapi setelah dicek di bagian penerimaan surat tidak terdata kalau surat tersebut sudah masuk, padahal serah terima surat sudah ada. Suratnya hilang bagaikan dicuri tuyul,” lanjutnya.
Ia berharap masalah ini cepat diselesaikan  pada bulan ini agar masyarakat tidak lagi dihantui rasa ketakutan akan digusur dari rumahnya.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Administrasi Perekonomian Setdaprov, Drs. H. Januar Jumalinsyah mengaku pihaknya belum bisa memberikan keputusan, mengingat masalah tersebut terkait kebijakan gubernur dalam hal perpanjangan izin HGU PT SIL di lahan tersebut yang saat ini dalam proses.

“Belum bisa diputuskan, karena Pak Gubernur sedang tidak ada di tempat, kita tunggu keputusan beliau dulu,” singkatnya.

 

 

(Bengkulu Ekspress)