Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Secara subtansi tujuannya untuk mewujudkan ruang hidup yang aman, nyaman, adil dan berkelanjutan. Kami biasa menyebutnya dengan keadilan ekologis. Kondisi dimana kepentingan dan kesejahteraan rakyat serta keselamatan ekosistem menjadi dasar utama dalam penataan ruang.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang adalah landasan hukum terkait pengaturan struktur ruang dan pola ruang suatu wilayah. Penataan haruslah teristegrasi mulai dari Nasional, pulau, provinsi hingga kabupaten. Serta haruslah sesuai dengan aturan-aturan sektoral lainnya. Undang-undang ini juga mengatur terkait sanksi pidana jika terjadi pelangaran terhadap tata ruang.
Kabupaten Mukomuko adalah salah satu kabupaten di provinsi Bengkulu yang  tengah melakukan proses review perda tataruang. Proses review ini telah dilakukan sejak 2017 yang lalu hingga saat ini. Dalam konteks review perda tataruang kabupaten Mukomuko, melalui tulisan ini Genesis menyoroti dua hal, pertama keselamatan kawasan hutan tersisa dan yang kedua keselamatan ruang hidup rakyat dari bencana ekologis.
Analisis yang dilakukan Genesis Bengkulu terhadap kondisi keruangan kabupaten Mukomuko mengungkapkan cukup luas kawasan hutan yang berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit skala besar. Deforestasi ini terjadi di kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan izin Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan. Salah satunya adalah Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Manjunto yang sejak 2012 berubah menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK) Air Manjunto. Seluas kurang lebih 1215 ha hutan ini diubah menjadi perkebunan kelapa sawit oleh PT. Agromuko, SIPEF Grup, tepatnya di salah satu estatenya, SEI Betung Estate. Analisis ini dilakukan oleh Genesis Bengkulu, sebagai bentuk kerja agenda penyelamatan kawasan hutan melalui peraturan daerah tentang tataruang kabupaten Mukomuko.
Secara historis, kasus deforestasi ini telah terungkap sejak 2008. Dibenarkan oleh hasil investigasi tim terpadu yang dibentuk oleh Dinas Kehutanan Mukomuko, menyebutkan seluas 1215 ha Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Manjunto Register 62 sekitar koordinat S:02.33.58.9 E=101.21.34.9 telah ditanami kelapa sawit sejak tahun 2000. Tetapi pertarungan kepentingan secara politis membuat temuan ini tanpa tindakan apapun oleh pemerintah. Kasus berhenti. Tidak sampai di situ, pada Juli 2010 pemerintah kabupaten mengusulkan mengusulkan perubahan kawasan hutan 98.386 ha menjadi Areal Peruntukan Lain (APL), termasuk kawasan hutan yang ditanami oleh  PT. Agromuko.
Kementerian Kehutanan mengabulkan permintaan pemerintah kabupaten Mukomuko dan tentunya PT. Agromuko dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No; SK.643/Menhut-II/2011 tanggal 21 November 2011[1] yang memutuskan untuk menurunkan status kawasan tersebut menjadi hutan produksi konversi seluas 2.329 ha.
Setelah itu, pada 2012 Kementerian Kehutanan juga mengeluarkan keputusan dengan SK.784/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 420/KPTS-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Bengkulu.
Kami menilai ini adalah bentuk pemutihan kesalahan melalui perubahan kawasan hutan. Jika tidak ingin disebut sebagai bentuk legitimasi pemerintah atas pelanggaran terhadap aturan hukum tentang kehutanan.
Meskipun status kawasan ini telah diturunkan menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK), tetap tidak dibenarkan adanya aktivitas perkebunan. Hutan Produksi yang berstatus hutan negara tersebut tidak diperuntukan bagi perkebunan. Hal ini dikuatkan dengan pasal 28 ayat 2, Undang-undang 4 Tahun 2009 Tentang Kehutanan “Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu”.
Begitu juga dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan kegiatan tidak ada pasal yang mengatur tentang mekanisme pinjam pakai kawasan hutan untuk perkebunan. Artinya Kawasan hutan produksi konversi tersebut harus terlebih dahulu diturunkan statusnya menjadi Areal Peruntukan Lain (bukan hutan negara). Artinya lagi, aktivitas perkebunan yang masih dilakukan oleh PT. Agromuko hingga saat ini adalah perkebunan ilegal. Bahkan berdasarkan analisis citra satelit serta verifikasi data lapangan, PT. Agromuko telah melakukan peremajaan atau replanting di beberapa titik di kawasan hutan negara ini. Seperti di 2°35’23.56″S –  101°20’46.43″T .
Proses review peraturan daerah (PERDA) Tata ruang ini seyogyanya menjadi kans untuk menyelamatkan kawasan hutan dari kuasa kapital, PT. Agromuko. Mengembalikan fungsi kawasan berbasis masyarakat, karena masyarakat yang hidup sekitar kawasan hutan adalah salah satu aktor penentu keselamatan hutan itu sendiri. Maka, hal yang paling sederhana adalah tidak membiarkan PT. Agromuko melakukan peremajaan di wilayah tersebut.
Kami menyayangkan jika proses review perda tata ruang ini malah menjadi ruang pemutihan kesalahan-kesalahan yang terjadi. Komitmen pemerintah dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan diuji melalui momen ini.
Ada beberapa rekomendasi yang telah disampaikan oleh Genesis Bengkulu terhadap proses review perda tata ruang kabupaten Mukomuko, diantaranya : (1) Dilarang melakukan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan PERDA Nomor 6 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Mukomuko; (2) Menyegerakan implementasi KLHS dalam penyusunan RPJMD dan menyusun KLHS Review PERDA Nomor 6 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Mukomuko; (3) Melakukan kajian terhadap izin perkebunan skala besar yang ada di Kabupaten Mukomuko; (4) Mendukung percepatan Perhutanan Sosial di Kabupaten Mukomuko dan pengembangan konsep agroforestry ; (5) Wilayah yang memiliki fungsi penting, seperti hulu sungai dan kawasan yang akan berdampak pada penurunan kualitas air dan lahan tanaman pangan serta meningkatkan potensi bencana tidak diakomodir untuk kegiatan pertambangan.
Rekomendasi diatas kami sampaikan saat melakukan lokakrya bersama dengan parapihak, baik masyarakat, DPRD dan dinas-dinas pemerintahan kabupaten Mukomuko yang terkait.
Temuan adanya aktivitas perkebunan skala besar dalam kawasan hutan ini seharusnya menjadi alasan kuat pemerintah melakukan evaluasi terhadap izin-izin HGU milik perusahaan serta memastikan kondisi ditingkat lapangan. Hasil evaluasi dan pemantauan ini pun kontribusinya akan sangat besar bagi proses penataan ruang di kabupaten Mukomuko.
Kenapa memastikan keselamatan hutan tersisa di Mukomuko melalui tataruang menjadi hal yang penting?
Hutan yang ada di Mukomuko merupakan satu-kesatuan dari bentang alam Bukit Barisan. Bukit Barisan membentang dari Lampung hingga Aceh, sehingga sering disebut sebagai tulang belakang Sumatera. Secara ekologis bentang alam Bukit Barisan menjadi sumber air dari segala sungai besar dan anak sungai di Sumatera, termasuk Mukomuko. Sungai-sungai besar berikut dengan anak-anak sungai yang ada di Kabupaten Mukomuko memiliki jasa besar bagi kehidupan dan penghidupan. Tidak sedikit masyarakat yang masih menggunakan air sungai sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, seperti sumber air bersih (memasak, air minum), mandi, mencuci. Relasi antara masyarakat dan sungai ini telah terbangun sejak dimulainya peradaban.
Sebagai sumber penghidupan : banyak sekali masyarakat yang menggantungkan ekonominya pada sungai. Seperti sungai Air Manjunto yang menjadi sumber irigasi Manjunto. Jaringan tersier kiri dari irigasi ini dapat mengairi 7000 an hektar persawahan dan 3200 an hektar untuk jaringan tersier kanan. Selain irigasi Air Manjunto, irigasi Air selagan juga menjadi sumber pertanian masyarakat Mukomuko.
Selain menjadi sumber kehidupan dan penghidupan, hutan di sepanjang bentang alam Bukit Barisan juga menyimpan potensi bencana besar, jika salah urus.  Memiliki fungsi tata air, jika hutan tersisa ini rusak maka bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan akan dialami oleh seluruh masyarakat Mukomuko tanpa terkecuali.
Sungai-sungai yang hulunya di Bukit Barisan, melilit seluruh wilayah kabupaten Mukomuko dan bermuara ke samudera lepas. Bisa dibayangkan jika sungai-sungai tersebut meluap, luapan air itu akan mengalir dari hulu hingga ke hilir dengan membawa seluruh material kayu-kayu besar dan lainnya yang ada di hulu.
Selain itu, di sepanjang Bukit Barisan ini juga terdapat patahan Sumatera. Sumber gempa besar selain Mentawai Meghatrust. Beberapa referensi bacaan menyebutkan bahwa secara histroris patahan ini telah menyebabkan ratusan kali gempa bumi.
Kerentanan ini tidak bisa dielakkan, tetapi bisa disikapi dengan bijak. Maka penataan ruang menjadi kunci agar seminimal mungkin kita jauh dari bencana, atau seminimal mungkin dampaknya bisa ditanggulangi. Tata ruang Mukomuko harus menjamin kawasan hutan di sepanjang Bukit Barisan tidak terbebani dengan aktivitas ekstraktif seperti perkebunan skala besar dan pertambangan. Hal ini akan mempercepat bumi menjadi ringkih.
Kami memandang sudah seharusnya tata ruang Mukomuko berpihak pada keselamatan hutan dan masyarakat. Proses review yang sedang berjalan saat ini adalah jalan untuk mewujudkan hal itu. Jangan kemudian yang terjadi sebaliknya, proses review mengakomodir kepentingan pemodal. Sehingga menjadi kesempatan untuk memutihkan kesalahan yang terjadi dan membentang karpet merah bagi pemodal.
Proses review perda tataruang juga harus memperhatikan aturan-aturan sektoral lainnya. Seperti Undang-undang kehutanan, peraturan tentang pertanian, peraturan tentang perkebunan serta yang paling penting kondisi eksisting Mukomuko serta daya dukung dan daya tampungnya.
[1] Dokumen Genesis Bengkulu Investigasi Kejahatan Kehutanan di Penyanggah Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (Wilayah Kabupaten Mukomuko) ;2013.
Dimuat di Harian Radar Mukomuko
16 Februaari 2019.