Setelah kami belajar, kami tahu bahwa PLTU batubara bukan menjadi sumber listrik yang baik untuk kami dan anak cucu serta lingkungan kami. Jika pembangunan tetap dilakukan kami menyimpulkan bahwa PLTU batubara bukanlah untuk kebutuhan rakyat

 ucap Midin, Rakyat Teluk Sepang.

Oleh : Uli Arta Siagian.

Benarkah Kita Krisis Listrik?

Fakta mengungkapkan bahwa propinsi Bengkulu tidak mengalami krisis listrik. Dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)  PLN tahun 2016-2025 menyebutkan bahwa kapasitas terpasang pembangkit listrik yang ada saat ini sebesar 264,8 MW yang terdiri dari PLTA Musi  sebesar 213 MW, PLTA Tes I sebesar 22 MW, PLTD Tersebar S2JB 20,6 MW, dan PLTD Tersebar (SW) S2JB sebesar 9,3 MW. Sedangkan beban puncak pada tahun 2016 hanya 217 MW1. Dengan kata lain propinsi Bengkulu memiliki batas cadangan (reserve margin) sebesar 22% dari jumlah beban puncak yang ada atau 18% kelebihan kapasitas dari permintaan puncak. Cadangan ini sama dengan jumlah cadangan beberapa Negara bagian di Amerika2.

Permasalahannya, sumber energi listrik tersebut belum bisa kita nimati secara utuh, dikarenakan sistem kelistrikan kita masih termasuk sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Selatan dimana Sistem pembangkitan berskala besar yang berada di Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung telah terhubung oleh suatu jaringan transmisi 150 KV dan 70 KV. Permasalahan utama kelistrikan Bengkulu adalah  jaringan transmisi, gardu induk, dan sistem distribusi, bukan pembangkit listrik.

Proyeksi kebutuhan listrik hingga tahun 2025 adalah 518 MW (beban puncak) dengan prediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,9%1. Dengan kapasitas yang terpasang saat ini agar terpenuhinya proyeksi kebutuhan tersebut, Bengkulu membutuhkan 254 MW dari kapasitas pembangkit tambahan. Atau semaksimalnya 409 MW karena berdasarkan standar PLN kondisi cadangan daya yang ideal adalah 30% dari beban puncak . Jadi apabila beban puncak propinsi Bengkulu adalah 518 MW, maka cadangan daya nya harus 155 MW. Jika Cadangan daya ini terpenuhi, sekalipun pembangkit terbesar di Bengkulu mengalami masa pemeliharaan, maka pemadaman bergilir dapat dihindarkan.

Jika menggunakan pendekatan potensi energi, berdasarkan data yang dimiliki oleh kementerian ESDM, Bengkulu memiliki potensi PLTA sebesar 400 MW, PLTP sebesar 500 MW, dan batubara 120 juta ton1.

Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan listrik, PLN berencana membangun 14 pembangkit listrik dengan total kapasitas sebesar 690,5 MW. 13 pembangkit diantaranya memanfaatkan potensi energi yang relatif bersih, seperti air, panas bumi, biomass, dan sampah. Hanya 1 pembangkit yang memamfaatkan energi kotor batubara berkapasitas 200 MW.

Jika pun rencana pembangunan PLTU batubara dihentikan, dengan catatan ke 13 pembangkit yang relatif bersih tersebut tetap dibangun maka Bengkulu tetap bisa reserve margin sebesar 30%.

 

Batubara Sebagai Bahan Bakar PLTU  versus Keselamatan Rakyat dan Alam.

Bengkulu, wilayah kecil namun kuat dalam mengeksploitasi sumber-sumber penghidupan. Salah satunya dengan pengerukan batubara. Perjalanan panjang pengerukan batubara mencipta potret kelam. Alih-alih mendatangkan kesejahteraan, kesetimbangan ekologis serta keselamatan rakyat dipertaruhkan.

Saat ini, propinsi Bengkulu memiliki 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara. 44 IUP eksplorasi dan 32 IUP Operasi Produksi3. IUP batubara ini menguasai 33% dari areal peruntukan lain (APL) propinsi Bengkulu. Kencangnya penerbitan izin oleh Negara (pemerintah) nyatanya tidak memberikan kontribusi besar bagi daerah. Dalam lima tahun terakhir Bengkulu memproduksi batubara rata-rata 4 juta ton pertahun dan hanya berkontribusi sebesar 4% saja bagi Produk Domestik Regional Bruto4 sedangkan ongkos pemulihan yang harus dikeluarkan oleh Negara sangat tinggi, tidak sebanding.

Hingga saat ini setiap proses pertambangan batubara menyisahkan permasalahan dan negara (pemerintah) terbukti belum mampu menyelesaikannya.

Pertambangan.

Izin Usaha Pertambangan (IUP) dipropinsi Bengkulu saat ini sudah melebihi luas wilayah budidaya yang ada. Luasannya mencapai 557.423 ha. Habisnya lahan budidaya produktif akhirnya membuat kawasan hutan yang tersisa menjadi sasaran selanjutnya.

Ditambah lagi hasil survey geologi ESDM yang menyebutkan  menyebutkan bahwa potensi cadangan batubara di propinsi Bengkulu berada pada wilayah cekungan dan berada pada wilayah sepanjang bukit barisan. Maka dengan kata lain, 120 juta ton potensi batubara tersebut berada disepanjang bukit barisan yang adalah kawasan hutan, baik kawasan hutan produksi, kawasan hutan konservasi, dan kawasan hutan lindung.

Berdasarkan fakta-fakta ini tidaklah menjadi berlebihan jika Dirjen Planologi KLHK  merilis data bahwa terdapat 39 izin usaha pertambangan (IUP) batubara yang terindikasi masuk ke dalam kawasan hutan lindung dan konservasi dengan total luasan mencapai 118.738,78 ha. Seperti Taman Wisata Alam Pusat Latihan Gajah Seblat, Taman Buru Semidang Bukit Kabu, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Hutan Lindung Bukit Daun, Bukit Sanggul dan Bukit Rajamandare5.

Deforestasi ini akan semakin meningkat seiring dengan rencana pembangunan PLTU batubara. jelas, karena perusahaan tambang batubara harus memenuhi kebutuhan pasar. Ekspor maupun kebutuhan PLTU sebesar 1 juta ton setiap tahun.

Sederhananya jika Bengkulu memproduksi paling minimal 5 juta ton setiap tahunnya, maka hanya butuh 24 tahun saja untuk mengeruk habis 120 juta ton cadangan batubara di sepanjang bukit barisan, dengan konsekuensi kawasan hutan di propinsi Bengkulu tidak terselamatkan. Kontrak pengelolaan PLTU batubara oleh perusahaan (PT. Tenaga Listrik Bengkulu) selama 25 tahun setelahnya akan dikembalikan kepada Negara. Lalu bagaimana lagi Negara akan mengoperasikan PLTU tersebut jika Bengkulu sudah tidak memiliki cadangan batubara?

Jika seluruh hutan tersisa semakin dirusak oleh aktivitas pertambangan bagaimana mungkin makhluk dapat mempertahankan kehidupannya? Keselamatan sumber air terancam. Longsor dan banjir dimana-mana. Termasuk keterancaman energi. Rusaknya kawasan hutan justru akan mengancam ketersediaan air sungai sebagai sumber dari PLTA yang ada di Bengkulu saat ini.

Untuk mencapai lapisan batubara, air tanah harus dikuras, sehingga muka air tanah turun dan mengurangi ketersediaan air untuk pertanian, rumah tangga, dan kehidupan alami lain. Logam berat dan mineral yang yang terperangkap di batuan yang menumpuk sisa bongkar muat akan terlepas ketika bereaksi dengan udara dan air. Ini lah yang menjadi penyebab pencemaran permukaan air dan air bawah tanah.

PLTU batubara merupakan hilirisasi perjalanan energi kotor kita. Rakyat sekitar tambang terpapar polusi udara dan air, sama hal dengan apa yang akan dialami oleh rakyat sekitar lokasi PLTU atau rakyat kota Bengkulu. Usia harapan hidup terenggut, meningkatnya resioko kanker paru-paru, hati, penyakit pernapasan, dan ginjal.

 

Persiapan/Pencucian.

Setelah ditambang, batubara disiapkan di unit penyiapan untuk pembakaran. Biasanya, dihancurkan, dicuci dengan air dan beberapa bahan kimia lain dengan tujuan agar kotoran seperti lempung, sulfur, dan logam berat berkurang, setelah baru dikeringkan. Beberapa cairan pencuci diketahui bersifat karsinogenik; yang lainnya dikaitkan dengan kerusakan paru dan jantung. Limbahnya biasa disebut lumpur batubara, biasanya disimpan dikolam lumpur yang biasa bocor dan mencemari air permukaan dan bawah tanah6.

Pada proses ini lah yang menjadi penyumbang kerusakan sungai Bengkulu dan beberapa sungai lainnya yang menjadi sumber kebutuhan hari-hari rakyat, lahan pertanian, usaha perikanan, dan termasuk jasa penyediaan air minum yang memiliki pelanggan mencapai 9000 orang.

Transportasi.

Pengangkutan batubara  menuju stockpile melalui dua jalur, jalur darat yang memakai fasilitas jalan Negara dan jalur laut, melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Kerusakan jalan Negara akibat hilir mudik truk-truk angkutan batubara sudah menjadi pemandangan umum. Sehingga untuk kesekian kalinya rakyat yang menjadi korban.

Rakyat harus terpapar debu batubaradan tidak jarang mengalami kecelakaan pada jalan-jalan yang mengalami kerusakan. Begitu juga sungai-sungai besar yang dijadikan pekabuhan transit mengalami sedimentasi.

Paska Tambang, Lobang yang terabaikan.

Bukan hanya pada saat proses pertambangan saja kerusakan itu terjadi, akibat pengupasan permukaan dan bawah tanah untuk mendapatkan batubara tetapi setelah satu konsesi pengerukan telah selesai kemudian menyisakan lobang yang dalam dan membahayakan. Lobang-lobang ini dibiarkan saja mengangah tanpa reklamasi. Setidaknya dari data analisis citra yang dilakukan Genesis Bengkulu terdapat 22 lobang tambang tanpa reklamasi. Berdasarkan data yang dimiliki rakyat kecamatan Merigi Kelindang yang pernah berjuang menolak aktivita pertambangan batubara sistem underground bahwa ada seorang anak yang telah meninggal akibat tenggelam di lobang tambang PT. Cipta Buana Seraya (CBS) pada tahun 2011.

Pembakaran.

Batubara adalah sumber listrik yang paling mematikan, membunuh hingga 280.000 orang untuk setiap 1.000 terawatt jam listrik yang dihasilkannya7.

PLTU batubara mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar untuk pendinginan dan menghasilkan uap. Satu pembangkit berkapasitas 1000 MW menggunakan air setara dengan satu tahun kebutuhan air bagi 500.000 orang8. Maka untuk 200 MW pembangkit setara dengan satu tahun kebutuhan air bagi 100.000 rakyat Bengkulu.

Penyedotan air laut untuk sistem pendingin dapat menyebabkan kesulitan air dan membunuh kehidupan ikan atau mikroorganisme lainnya sama halnya dengan pelepasan air bersuhu tinggi yang langsung ke laut. Alhasil nelayanlah yang harus menanggung beban, daerah tangkapan mereka akan terganggu.

Negara (Pemerintah)  seharusnya bertanggung jawab dalam pemulihan ekologis serta pemulihan sosial rakyat yang disebabkan oleh daur hidup batubara dan menyusun peta jalan untuk segera meninggalkan kebergantungan akan batu bara sebagai pemenuhan energi.

Tulisan ini dibuat pada 10 Oktober 2016 dan telah dipublikasikan di web Genesis Bengkulu (lama).

 

  1. Dokumen RUPTL PLN 2016-2025
  2. https://www.eia.gov/todayinenergy/detail.php?id=6510
  3. Genesis Bengkulu (diolah dari berbagai sumber)
  4. Propinsi Bengkulu dalam angka:2015
  5. Dirjen Planologi:2015
  6. Lembar fakta batubara#1;Koalisi Masyarakat Sipil
  7. http://www.forbes.com/sites/jamesconca/2012/06/10/energys-deadtprint-a-price-always-paid/
  8. “The Unquenchable Thsirt of an Expanding Coal Industry” The Guardian, April 1,2014.