Sawit telah menjelma menjadi komoditi massal para petani hampir di seluruh wilayah Indonesia. Provinsi Bengkulu salah satunya yang tidak bisa lepas dari hegemoni monokultur sawit. Tidak sedikit petani di beberapa wilayah di Bengkulu kemudian mengganti jenis tanamannya. Semisal sebelumnya adalah karet diubah menjadi sawit, atau sebelumnya sawah diubah menjadi sawit. Hegemoni sawit semakin kuat, ketika negara memproduksi narasi bahwa sawit adalah komoditi yang menggerakkan ekonomi Indonesia.
Ditengah hegemoni sawit, Ismiati, perempuan berusia 32 tahun mengganti tanaman sawitnya menjadi buah naga. Sekarang,seluas ¼ hektar pekarangan rumahnya telah menjadi kebun buah naga. Kebun buah naga Ismiati, tidak jarang dijadikan tempat wisata oleh warga desa Tanjung Sari. Warga datang untuk melihat kebun buah naga sambil memetik dan membeli.
Ismiati bukan tanpa alasan mengubah kebun sawitnya menjadi kebun buah naga. Sederhana, karena ukuran sawit yang tinggi membuatnya sulit dipanen. Batang buah naga lebih ramah bagi perempuan. Lebih mudah untuk dipanen. “Kalau buah naga kita perempuan bisa memanen, kalau sawit hanya bapaknya yang bisa memanen” tutur Ismiati.
Usia buah naga ibu Ismiati telah lima tahun dan telah menikmati hasil dari kebun buah naganya. Setidaknya dalam sehari 10 kg buah naga terjual. Satu kilogram buah naga dihargai Rp 20.000. Jika dikalkulasikan dalam satu hari Ismiati memperoleh Rp 200.000 dari penjualaan buah naganya, dan memperoleh sebesar Rp 2.000.000 dalam satu bulan. Hasil ini lebih besar dari hasil penjualan sawit.
Bukan hanya tidak ramah terhadap perempuan, sawit juga tidak ramah terhadap lingkungan, terkhusus terhadap tanah dan air tanah. Fisiologi tubuh sawit membuatnya rakus terhadap air sekaligus tidak mampu melakukan penataan terhadap air tanah. Sehingga banjir, longsor serta kekeringan terjadi di wilayah-wilayah yang massif penanaman sawit.
“Sejak lahan-lahan di desa ditanami sawit, terasa sekali air kami berkurang banyak. Kalau musim kemarau kami di sini kekeringan, untuk mandi dan aktivitas mencuci serta kakus di sungai. Untuk yang tidak terbiasa mandi ditempat terbuka seperti saya, terpaksa harus membeli galon” kata Wiwin, perempuan dari desa Tanjung Harapan. Desa Tanjung Harapan merupakan desa tetangga Tanjung Sari.
Pengalaman Ismiati, merubah tanaman sawit menjadi tanaman buah naga membuktikan bahwa sawit bukan lah satu-satunya tanaman yang berkontribusi besar bagi ekonomi keluarga. Selain manfaat ekonomi, Ismiati dapat merawat sendiri tanaman buah naganya tanpa beban yang berat. Dia dapat memetik dan menikmati langsung rasa manis dari buah naga. Semua itu tidak akan didapatkan dari tanaman sawit.
Recent Comments