Genesis Bengkulu melaporkan temuan perkebunan sawit dan karet di dalam kawasan TWA Seblat kepada pihak BKSDA. Kebun-kebun sawit ini diduga keras dimiliki oleh PT. Mitra Puding Mas, seluas 117 hektar. Kawasan ini juga diusulkan untuk dibebaskan dari pelepasan hutan yang dikirimkan Gubernur kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019 lalu.

“Data ini didapatkan melalui analisis deforestasi pada kawasan hutan tersebut dengan menggunakan data petunjuk deforestasi kawasan hutan Forest Watcher dengan sensor GLAD milik Global Forest Watch, yang memandu kami menuju lokasi pelaksanaan deforestasi dan kami menemukan sawit-sawit itu”, kata Egi Ade Saputra, Manager Analisis dan Data Base Genesis Bengkulu.

Sawit dalam TWA

Terkait TWA Seblat yang masuk ke dalam perangkat pelepasan hutan, Kepala BKSDA, Donal Hutasoit menyampaikan bahwa TWA memiliki fungsi penting, menjadi rumah terakhir gajah Sumatera, jika dilepas maka akan mengancam keselamatan hutan dan gajah Sumatera.

Selain itu, Genesis juga menyampaikan temuan adanya sertifikat di kawasan TWA Seblat. Terkait hal tersebut, kepala BKSDA membenarkan adanya sawit dalam TWA dan sertifikat dalam TWA. “Tahun lalu, BKSDA telah menyurati terkait adanya sertifikat milik TWA, surat ini disampaikan ke mereka juga berdasarkan diskusi yang dilakukan Genesis dan BKSDA. BPN surat tersebut dengan kebenaran yang membenarkan bahwa benar adanya sertifikat dalam. Sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Bengkulu Utara saat status kawasan TWA Sbelat masih Hutan Produksi Terbatas (HPT) ”kata Donal Hutasoit, Kepala BKSDA.

Pada diskusi yang dilakukan pada Jumat, (09/04/2021) di kantor BKSDA Bengkulu ini, Genesis Bengkulu menyampaikan beberapa rekomendasi kepada BKSDA Bengkulu:

  1. Menindak secara hukum aktor / pemilik kebun sawit skala besar dan pemilik sertifikat dalam kawasan hutan.
  2. Tidak memberikan rekomendasi terbitnya izin baru, izin usaha pertambangan, HGU perkebunan dan pemafaatan hasil hutan kayu atau IUPHHK.
  3. Tidak peduli TWA Seblat untuk dilepaskan menjadi bukan hutan melalui cara apapun.
  4. Mendorong penyelesaian ketimpangan kepemilikan tanah di luar kawasan hutan, sebagai usaha meminimalisir deforestasi di kawasan konservasi.