(HPT Lebong Kandis dan TWA Seblat)

Kehidupan di Air Kuro.

Pagi yang cerah itu mengawali perjalanan menuju Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong kandis. Dalam perjalanan ini kami ditemani oleh masyarakat desa Gajah Makmur. Akses jalan yang kami lalui yaitu melewati PT Alno Agro Utama. Dari kabar yang beredar di dalam kawasan HPT Lebong kandis terdapat satu perkampungan yaitu dusun Air Kuro. Selain itu didalam kawasan HPT Lebong kandis tersebut sudah dibebani Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Inmas Abadi dan konsesi PT Inmas Abadi berada tepat di pemukiman warga dusun Air Kuro.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, kami disambut dengan gapura yang menandakan batas dusun Air Kuro. Berdasarkan penjelasan dari pak kamirin, di dusun Air Kuro ini tidak mengunakan kepala dusun, melainkan menggunakan Rukun Tetangga (RT), terdiri dari RT 01 ,RT 02, RT 03 dan RT 04. Untuk urusan administrasi dusun Air kuro masih menginduk ke desa Suka Maju.

Pak Kamirin merupakan ketua RT 04. Pak Kamirin menceritakan awalnya perkampungan ini di buka pada tahun 2006. Pada dasarnya masyarakat mulai membuka hutan disebabkan mereka tidak memikiki lahan. Awalnya warga membuka lahan untuk ditanami tanaman palawija. Tak sering juga tanaman masyarakat di rusak oleh satwa liar seperti Gajah, karena memang di sana adalah habitat Gajah. Dengan kejadian tersebut banyak warga yang tidak betah dan pindah dari dusun Air Kuro. Seringnya gajah merusak tanaman warga, warga berpindah menanam sawit dan karet yang tumbuh hingga saat ini.

Hingga saat ini Warga  yang bertahan di Air Kuro ada 230 KK, untuk jumlah jiwanya  sudah lebih dari 1000 jiwa. Mata pencaharian warga dusun Air Kuro rata-rata berkebun sawit dan berkebun karet, ada beberapa yang bekerja di PT Alno Agro Utama, perkebunan sawit skala besar. Untuk keperluan sehari-hari seperti sayuran, warga  membeli di pasar dan tak jarang ada penjual sayur keliling. Warga sadar bahwa tanah yang ditingalinya merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, namun warga sangat berharap dusun mereka bisa menjadi desa yang diakui oleh negara, karena sumber penghidupannya hanya ada di dusun Air Kuro.

“Kami berharap dusun kami ini bisa seperti desa-desa yang lainnya, yang hidupnya diakui dan legal, sehingga dusun kami bisa dibangun, selama dusun Air Kuro ini ada belum pernah ada bantuan dari pemerintah kecuali satu lampu tenaga surya” ungkap pak Kamirin. Dusun Air Kuro tak hanya berada di HPT Lebong Kandis namun sejak tahun 2017, pemerintah menerbitkan izin usaha pertambangan batu bara untuk PT. Inmas Abadi di atas wilayah dusun. Aktivitas pertambangan pernah dilakukan kurang lebih 5 tahun yang lalu, yang berlokasi di RT 04, namun setelah itu tidak ada lagi aktivitas pertambangan.

Artinya ada tiga klaim hak atas kawasan itu, pertama klaim hak negara dalam status kawasan hutan negara. Kedua, klaim hak warga, atas ruang hidupnya. Dan ketiga, klaim hak perusahaan atas izin pertambangan yang dikantonginya.

Akses jalan untuk memasuki dusun Air Kuro bisa melalui jalan PT Alno Agro Utama dan jalan yang lebih dekat melewati desa Suka Maju kemudian menyebrang sungai. Warga dusun Air Kuro lebih sering menyeberangi sungai Air Sebelat untuk keluar dari perkampungan, karena akses ini yang paling dekat ketimbang melewati jalan PT Alno Agro Utama. Pemukiman yang paling dekat dengan sungai Air Seblat di Dusun Air Kuro yaitu RT 01.

Pak Sumarna, ketua RT 01 mengatakan “warga memanfaatkan aliran sungai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), jadi yang memakai PLTMH ini hanya RT 01 saja, dan warga di bebani biaya perawatan mesinnya perbulannya Rp.170.000”.

Saat ini pembuatan jalan, pembuatan masjid, sekolah dan infrastruktur umum diupayakan mandiri oleh warga dusun Air Kuro secara swadaya. Dana yang di kumpulkan masyarakat bersumber dari hasil penjualan sawit dan di potong beberapa persen.

Di dusun Air kuro terdapat 1 sekolah dasar yang hasil dari swadaya masyarakat sendiri. Dengan adanya Sekolah Dasar ini warga tidak perlu pergi jauh untuk mensekolahkan anaknya. Sedangkan untuk jenjang selanjutnya Sekolah Menengah Pertama(SMP), warga bisa bersekolah di PT Alno, namun untuk jenjang Sekolah Menengah Atas(SMA) harus keluar ke arah Ipuh maupun di Seblat dan Putri Hijau.

Kawasan Konservasi yang Terus Terancam

Tidak jauh dari dusun Air Kuro yang berada di belakang RT 04 terdapat Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, yang mana itu adalah habital gajah. Kami pun memutuskan untuk masuk kedalam kawasan TWA Seblat bersama warga.

Plang batas kawasan TWA Seblat menyambut kami menandakannya setelah plang itu adalah kawasan TWA Seblat. Jalan untuk memasuki kawasan TWA Seblat ini sudah luas dan bagus, berkoral namur sudah rata dan sebagian sudah ada dicor semen. Selain jalan yang bagus terdapat tanaman sawit yang terawat setelah plang batas kawasan TWA Seblat.

Berdasarkan cerita dari warga sekitar, memang dulu pernah ada pembukaan lahan untuk menanam sawit yang dilakukan oleh warga, setelah tanaman sawitnya sudah mulai dipanen, satwa gajah mulai merusaki tanaman pohon sawit. Akhirnya sekarang banyak tanaman pohon sawit yang berada di TWA Seblat yang terbengkalai hingga tingginya mencapai 12-15 Meter. Pohon sawit yang menjulang tinggi ini banyak dijumpai di pinggiran jalan sepanjang kawasan TWA Seblat.

Jalan yang bagus ini tidak lepas dari kontribusi PT Alno yang mengunakan jalan ini sebagai akses keluar masuk mobil pengangkut buah sawit. Seharusnya di dalam kawasan hutan tidak boleh ada jalan untuk akses mobilitas perusahaan. Ini dapat mengundang para perambah yang lain karena mudahnya akses yang bisa dilalui.

Di dalam kawasan TWA Seblat banyak sekali yang sudah berubah fungsi dari hutan primer menjadi belukar berupa padang ilalang, yang warga sering mendengar di lokasi itu mudah terjadi kebakaran.

Banyak sekali kejahatan yang terjadi di kawasan TWA Seblat, selain perambahan yang ilegal terdapat sertifikat tanah yang diakui oleh negara. Tanah yang diberikan sertifikat oleh negara ini sekarang ditanami pohon karet dan pohon sengon.

Di TWA Seblat kami juga menemukan tanaman sawit yang kira-kira usianya telah belasan tahun. Sawit-sawit ini diduga milik PT. Mitra Puding Mas yang merupakan anak dari perusahaan Alno Agro Utama.