Sudah pernah melihat petani belajar di kebun menggunakan alat tulis belum?

Hari Kamis tanggal 11 November lalu Genesis dibikin takjub oleh kegigihan dan kemauan yang kuat dari Perempuan Pelestari Bukit Kayangan yang berada di Dusun Kulik Sialang, Kaur. Agenda besar perlawanan perempuan Kulik Sialang kini perlahan direalisasikan. Keinginan mereka akan adanya Peraturan Desa yang melindungi sumber air di kampung pada Bukit Kayangan mereka wujudkan bersama-sama.

Kamis itu, panas tidak terlalu terik mendukung perjalanan perempuan menyusuri ruang-ruang hidupnya. Mulai dari menyusuri kebun masyarakat yang mengandung mineral batu bara, kebun masyarakat yang dekat dengan Bukit Kayangan, lalu mendaki hingga ke Puncak Bukit Kayangan dengan ketinggian 773 mdpl, aliran sungai yang airnya segar alami dan berakhir pada Punggung Bukit Kayangan berbatasan dengan Desa Sumber Harapan yang juga bergantung hidup pada air Bukit Kayangan.

Perempuan Pelestari Bukit Kayangan yang melakukan kegiatan penelusuran ruang hidup mereka ini adalah perempuan petani. Mereka tidak canggung menggunakan alat tulis  untuk menuliskan hasil pengamatan mereka terkait dengan sumber daya alam, potensi, masalah, perubahan dan wilayah genting. Mereka menuliskannya pada kertas metaplan berwarna biru, hijau dan kuning. Bergurau dan tertawa sambil mengunyah cemilan yang dibawa dalam perjalanan, mereka menganggap kegiatan ini adalah belajar. Beberapa kali mereka berbincang dan mengeluarkan kata-kata “kita lagi sekolah”. Sebenarnya ini adalah tindakan gigih dan teratur dari perempuan untuk mewujudkan  agenda besar perlawanan mereka dalam misi menerbitkan Peraturan Desa.  Ini membuktikan bahwa perempuan haus belajar dan menganggap semua hal yang terjadi, dialami dan dilakukan mereka adalah kegiatan pembelajaran.

Pada kegiatan pencarian pola ruang hidup menggunakan metode transect ini, ada beberapa temuan yang didapatkan oleh Perempuan yaitu potensi cadangan batubara yang telah bermunculan ke permukaan tanah, perkebunan kopi warga, aliran air melalui pipa menuju rumah-rumah warga yang melintasi kebun masyarakat, cadangan mineral pasir besi yang berdekatan dengan sumber air di kampung, anak sungai yang memiliki air yang sangat jernih dan segar ketika diminum, serta tutupan hutan Bukit Kayangan yang masih bagus dan didalamnya terdapat pohon-pohon berukuran besar yang tidak cukup dipeluk oleh 3 orang.  Namun sangat disayangkan lokasi tersebut juga berdampingan dengan tumbuhan sawit milik PT. Ciptamas Bumi Selaras (CBS) pada sisi hutan bukit.

Berdasarkan hasil analisis Genesis Bengkulu dengan memanfaatkan data peta pertanahan ATR/BPN Provinsi Bengkulu, diketahui bahwa dari 51.59 hektar luas Bukit Kayangan, seluas 6,76 hektarnya pada area sisi Bukit Kayangan adalah HGU PT. CBS. Ini meresahkan perempuan, apalagi semenjak masuknya PT.  CBS, jalan mereka menjadi rusak akibat transportasi perusahaan yang menggunakan jalan desa. Keresahan ini bertambah ketika perempuan  memahami bahwa kampung mereka memiliki potensi alam yang menggiurkan bagi korporasi. Jika ruang-ruang hidup mereka diberikan atau dirampas oleh perusahaan, maka mereka akan kehilangan tanah dan mata pencaharian sehingga terusir dari kampung sendiri. Juga akan memunculkan berbagai bencana seperti banjir, longsor, pencemaran dan kerusakan lingkungan kampung di lokasi tambang yang mereka lihat pada berita-berita di media massa, kematian di lubang tambang yang rentan bagi anak-anak, hingga penurunan kualitas kesehatan masyarakat dan dampak-dampak lainnya.

Bagi perempuan, dengan adanya PT.CBS  mereka sudah cukup mengalami banyak masalah. Maka mereka secara tegas menolak keras jika ada perusahan lain atau siapapun yang masuk ke kampung mereka untuk tujuan eksploitasi. Mereka tidak mau keresahan mereka menjadi nyata dan bertambah.

Bukit Kayangan itu sumber air kami, jadi harus kami jaga. Kami tidak mau air kami keruh, tidak bisa mandi dan mencuci. Kami tidak mau merasakan kesulitan air seperti wilayah-wilayah lain”, tegas Musleha.

Dua Puluh perempuan berkumpul di rumah Sartini pada Jumat, 12 November 2021 mendiskusikan hasil penelusuran pola ruang hidup. Empat kelompok dibentuk  terdiri dari 5 orang, masing-masing kelompok menyusun metaplan yang sudah tertulis hasil pengamatan pada tabel yang digambarkan di kertas plano. Hasil penyusunan ini kemudian merumuskan rekomendasi perlindungan desa dan Bukit Kayangan untuk bersama-sama  disampaikan kepada Pemerintah Desa dan seluruh perangkatnya, mengusung pembentukan Peraturan Desa untuk memproteksi kampung mereka beserta dengan sumber-sumber kehidupan dan penghidupannya.

Selain itu, perempuan bersepakat untuk gerakan kelompok Perempuan Pelestari Bukit Kayangan diperluas. Desa Sumber Harapan dan Muara Dua adalah tujuan perluasan pertama gerakan ini. bagi mereka jika lebih banyak lagi yang berjuang bersama maka gerakan mereka semakin kuat.

kami juga mau mbak tini belajar bersama, punya kelompok dan berjuang untuk desa muara dua” ungkap Ririn (perempuan desa Muara Dua) pada Sartini saat kunjungan bersama teman-teman ke desa Muara Dua.

Perlahan tapi pasti! Gerakan ini akan semakin kuat dan luas. Perempuan Kulik Sialang percaya itu. Sadar bahwa alam adalah titipan yang harus mereka sampaikan kepada generasi berikutnya merupakan gerakan yang tumbuh dan berkembang dari hati nurani perempuan.

saya punya anak, nanti anak saya punya cucu. saya mau mereka juga merasakan apa yang saya rasakan sekarang” harap Sartini.