Perempuan Pasar Seluma sudah 5 hari bermalam di lokasi pertambangan pasir besi milik PT. Faminglevto Bakti Abadi. Mereka berjuang merebut hak atas ruang hidup mereka yang dirampas perusahaan tambang tersebut.

“Getaran dari 2 orang berjalan saja Remis tak mau muncul, apa lagi jika getaran yang ditimbulkan mesin tambang yang lebih kuat dari 2 orang berjalan” Ucap Zemi, perempuan pencari Remis daerah Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.

Remis adalah Kerang yang dapat ditemukan di pasir pantai daerah Pasar Seluma. Remis diminati banyak orang dengan berbagai olahan masakan. Istimewanya, Remis hanya ditemukan pada pesisir pantai Pasar Seluma, Pasar Ngalam, Penago Baru dan Rawa Indah yang merupakan desa-desa di Kabupaten Seluma.

Selain untuk dikonsumsi sendiri, mencari Remis adalah mata pencaharian perempuan Pasar Seluma dalam upaya membantu suami mereka sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dalam satu hari, satu orang perempuan Pasar Seluma bisa menjual hingga 1.000 butir Remis dimana untuk 100 butir remis dihargai sebesar Rp. 40.000. Jika kita kalkulasikan, dalam sehari satu orang perempuan Pasar Seluma memperoleh pendapatan sebesar Rp. 400.000/hari atau Rp 12 juta/bulan.

Di desa Pasar Seluma, kurang lebih 50 warga mengantungkan pendapatannya melalui penjualan Remis. Jika satu orang saja memperoleh pendapatan sebesar Rp. 400.000/hari atau Rp 12 juta/bulan maka untuk 50 orang Beremis memperoleh pendapatan sebesar Rp 20 juta/hari atau Rp 600 juta/bulan atau Rp 7.2 Milyar/tahun.

Biasanya Remis dijual di Pasar Tais, terkadang juga dijual di kampung mereka sendiri, dan menggunakan cara COD (Cash On Delivery) ke rumah para pembeli. Ini membuktikan perempuan Pasar Seluma tidak gagap dengan media sosial, mereka mengikuti perkembangan teknologi.  Harga setiap Remis bervariasi berdasarkan ukurannya. Untuk 100 butir ukuran besar dihargai Rp 40.000, 100 butir ukuran sedang dihargai Rp 20.000 dan untuk ukuran kecil dijual percanting seharga Rp 5.000.

Bayak sedikitnya Remis di pesisir pantai dipengaruhi oleh “Geluruh Karut” atau ombak besar. jika ombak besar, maka Remis akan banyak ke pesisir. Banyaknya remis yang ke pesisir pantai ini, sangat sensitif dengan getaran. Jika terdeteksi getaran di pesisir pantai oleh Remis, maka Remis akan menjauh kembali ke lautan. Kondisi ini menyebabkan Remis susah didapatkan oleh para Beremis. Beremis adalah sebutan bagi pencari Remis di daerah Seluma.

Zemi, satu dari lebih 40 perempuan yang hadir menduduki wilayah pertambangan pasir besi milik PT. Faminglevto Bakti Abadi. Dalam aksinya, Zemi dan perempuan lainnya menuntut perusahaan mengeluarkan seluruh alat pertambangan dari lokasi tambang dan tidak kembali lagi ke kampung mereka. Bagi mereka, ada atau tidaknya izin tambang tersebut mereka tetap menolak dan tidak menginginkan tambang di kampung mereka. Ini menyangkut ruang hidup masyarakat Desa Pasar Seluma, dimana aktivitas perusahaan ini di pesisir pantai barat Seluma tepat di wilayah mata pencaharian masyarakat Pasar Seluma. Sehingga hadirnya aktivitas perusahaan ini akan mematikan mata pencaharian mereka.

“Kami memikirkan masa depan anak-anak kami, beberapa tahun ke depannya jika wilayah ini terdampak akibat aktivitas pertambangan pasir besi”

Selain Beremis, ada juga masyarakat yang bermata pencaharian sebagai “Nyaring Pinggir” atau nelayan pinggir. Mereka mencari ikan di pesisir pantai dengan menggunakan jaring atau “Mukek” yang hasilnya untuk dikonsumsi sendiri dan dijual ke pasar. Mukek adalah jaring yang digunakan lebih dari 1 orang untuk menangkap ikan di pesisir pantai. Hadirnya aktivitas perusahaan pertambangan pasir besi di pesisir pantai barat Seluma, Nyaring Pinggir akan sulit mendapatkan ikan.

“Seandainya dilakukan aktivitas pertambangan pasir besi di sekitar pesisir pantai, ikan pasti tidak mau lagi ke pinggir. Dia akan ketengah” terang Nevi, perempuan pedagang yang suaminya adalah seorang  Nyaring Pinggir.

Sebagai pedagang pecah belah dan pakaian, Nevi mengaku juga akan terdampak secara ekonomi jika Beremis dan Nyaring Pinggir tidak mendapatkan hasil tangkapannya. Dagangannya menjadi sepi, karena masyarakat kesulitan uang untuk berbelanja. Kekhawatiran yang besar juga dirasakan Nevi jika aktivitas pertambangan pasir besi di sekitar pesisir pantai barat Seluma akan menyebabkan abrasi pantai. Selain pengetahuan alami perempuan sebagai perempuan pesisir, pengetahuan ini diperkuat dengan dia belajar melalui smartphonenya dan mengamati daerah yang sudah tereksploitasi dengan keberadaan perusahaan pertambangan.

“jaman sekarang kan sudah canggih. Nonton youtube, nonton berita, melihat di daerah lain yang ada perusahaan pertambangan seperti apa dan dampaknya seperti apa.” Ungkap Nevi

Ini bukan kali pertama perempuan melawan. Tahun 2010 perempuan  juga melawan menolak perusahaan tambang pasir besi milik PT. Famia Terdo Negara. Pada waktu itu, laki-laki melakukan perlawanan dengan anarkis. Maka, perempuanlah yang membentengi laki-laki dari kejaran aparat.

“Waktu itu kami berhasil mengusir tambang pasir besi dari desa kami. Namun 5 orang warga desa kami menjadi korban ditahan oleh aparat kepolisian Seluma. Kali ini kami akan berusaha menutup tambang dan memastikan tidak ada lagi teman-teman kami yang menjadi korban penangkapan.” Harap Zemi.