Sejumlah perusahaan perkebunan sawit di Bengkulu telah berhasil memasukkan tanaman sawit miliknya ke dalam kantong habitat gajah. Kini hutan yang menjadi rumah bagi populasi terakhir gajah di Bengkulu telah diancam penjajahan perusahaan sawit skala besar.

PT Alno Agro Utama (AAU) dan PT Mitra Puding Mas (MPM) yang bernaung di bawah bendera perusahaan Anglo Eastern Plantation (AEP) Group, menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas penjajahan terhadap rumah terakhir gajah di Bengkulu ini.

Tanaman sawit milik PT AAU di Air Ikan Estate tumpang tindih dengan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I seluas 42,26 hektar, di Sapta Buana Estate tumpang tindih dengan Hutan Produksi Tetap (HP) Air Rami dan HPT Lebong Kandis seluas 27,93 hektar, di Sumindo Estate tumpang tindih dengan HPT Lebong Kandis seluas 60 hektar. Sedangkan tanaman sawit milik PT MPM tumpang tindih dengan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat seluas 131 hektar.

Jadi, luas hutan yang dimasuki tanaman sawit milik AEP Group ke dalam Bentang Alam Seblat yang merupakan rumah terakhir gajah di Bengkulu mencapai 261,19 hektar.

Padahal, dua perusahaan milik AEP Group itu telah mengantongi sertifikat ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan ISCC (International Sustainability and Carbon Certification) yang menjadikan perusahaan tersebut layak secara sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memikirkan keberlanjutan lingkungan, serta memperhatikan emisi karbon. Tapi dibalik itu, pihak perusahaan malah melakukan pengrusakan terhadap kawasan hutan dengan melakukan alih fungsi lahan dan menduduki sawit miliknya ke dalam kantong habitat gajah.

“Ternyata memiliki sertifikat ISPO dan ISCC tidak menjamin sebuah perusahaan itu bersih dari kejahatan terhadap kerusakan lingkungan,” tegas Egi, selaku Direktur Genesis.

Egi menambahkan, CPO (Crude Palm Oil) yang berasal dari PT AAU dan PT MPM juga di ekspor ke berbagai negara di dunia seperti Spanyol, China, Amerika dan berbagai negara lainnya. Jika berdasarkan hasil penelusuran tim Koalisi Indonesia Memantau, diketahui bahwa Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang berasal dari kawasan hutan dibawa ke pabrik CPO milik PT MPM. Maka bukan tidak mungkin CPO yang di ekspor ke luar negeri juga berasal dari tanaman sawit yang berada di dalam hutan.

AEP Group memiliki 16 anak perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Indonesia dengan total luasan mencapai 119.648 hektar.

Di Bengkulu sendiri terdapat 3 anak perusahaan miliki AEP Group dengan nama PT Alno Agro Utama dengan izin HGU seluas 14.202 hektar, PT Mitra Puding Mas seluas 4.323 hektar, PT Riau Agrindo Agung seluas 7.200 hektar yang tersebar di Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko dengan total luas 3 perusahaan mencapai 25.725 hektar. Mayoritas saham ketiga perusahaan itu dimiliki oleh PT Anglo Indonesia Oil Palm Limited.

Kantong habitat gajah di Bentang Alam Seblat yang dilaporkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan tahun 2007-2017 masih sekitar 144.499 hektar. Namun, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (Forum KEE), tanda keberadaan gajah ditemukan hanya dalam wilayah seluas 80.987 hektar. Hal ini menunjukan hanya sebagian kecil dari wilayah Bentang Alam Seblat yang masih menjadi rumah bagi gajah.

Secara administratif kantong habitat gajah di bentang alam Seblat ini masuk ke dalam Kabupaten Bengkulu Utara sampai Mukomuko, dan berdasarkan SK 784 tahun 2012 wilayah ini merupakan kawasan hutan yang statusnya adalah kawasan konservasi dan hutan produksi.

Bentang alam ini merupakan gabungan dari beberapa kawasan hutan, yakni Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I, dan II, HPT Lebong Kandis, Hutan Produksi Tetap (HP) Air Rami, serta HP Air Teramang dan juga Areal Peruntukan Lain (APL).

Secara ekologis kawasan ini memiliki fungsi pokok penyangga kehidupan, menghasilkan oksigen dan menyerap karbon, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Secara hidrologis kawasan ini berfungsi sebagai pengatur tata air dan menjadi sumber air irigasi pertanian serta sumber air minum masyarakat di daerah penyangga kawasan Bentang Alam Seblat.

Selain menjadi rumah bagi populasi gajah Sumatera terakhir yang ada di Bengkulu, bentang alam ini juga menjadi habitat harimau Sumatera, tapir, rangkong, bunga rafflesia yang menjadi ikon Provinsi Bengkulu, dan telah ditetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu No S.497.DLHK tahun 2017

Di Bengkulu, pada tahun 2018 jumlah gajah berkisar antara 70 sampai 150 ekor, menurun dari dari tahun 1990 yang berjumlah 150 sampai 200 ekor. Penyebabnya tidak lain karena habitatnya sendiri telah dirusak oleh aktivitas perkebunan, ilegal logging, dan perburuan liar yang dilakukan manusia baik perorangan maupun korporasi.

Jika dibiarkan terus-menerus dalam jangka panjang, aktivitas ini sangat membahayakan dan dapat mempercepat kepunahan gajah Sumatera di kantong habitat Bentang Alam Seblat Bengkulu.