Setiap jengkal yurisdiksi Bengkulu adalah titik bencana. Bengkulu diapit oleh dua patahan, yaitu patahan Mentawai dan patahan Sumatera yang berada di sepanjang pegunungan bukit barisan. Bentang bukit barisan ini juga terdiri dari tutupan hutan yang memiliki fungsi penting secara ekologis, sekaligus menjadi sumber bencana jika salah urus. Selain patahan, jalur likuifaksi dengan tingkat kerentanan mulai dari rendah, sedang hingga tinggi juga tersebar di wilayah pesisir dan hulu Bengkulu.
Patahan Sumatera memiliki panjang 1900 Km ini setidaknya tercatat telah mengeluarkan gempa sebanyak 21 kali sejak 1890 an. Artinya patahan berpotensi mengeluarkan gempa 1-2 kali dalam setiap dekade. Potensi ini tentunya termasuk sangat tinggi. Gempa-gempa besar terakhir adalah gempa Liwa tahun 1994 (M6.9), Gempa Kerinci tahun 1995 (M7.0), dan gempa di Singkarak-Solok pada tanggal 6 Maret tahun 2007.[1] 50% panjang patahan ini memiliki potensi besar untuk memproduksi gempa diatas skala magnitudo 6,5.[2]
Patahan sumatera merupakan penanda kerentanan geologi provinsi Bengkulu. Maka keberadaannya harus menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan pembangunan dan penataan lingkungan hidup. Tetapi fakta berkata sebaliknya, di sepanjang patahan ini izin-izin pertambangan massif diterbitkan. Data Genesis Bengkulu mengungkapkan setidaknya sampai saat ini terdapat dua belas perusahaan yang mendapat izin usaha pertambangan di sepanjang patahan sumatera. Perusahaan ini antara lain :
Nama Perusahaan | Komoditas | Wilayah | Tahapan Kegiatan |
PT. Jambi Resources | Batu bara | Lebong | Operasi Produksi |
PT. Tansri Madjid Energi | Emas | Lebong | Operasi Produksi |
PT. Bengkulu Utara Gold | Emas | Bengkulu Utara | Eksplorasi |
PT. Inmas Abadi | Batu bara | Bengkulu Utara | Operasi Produksi |
PT. Ratu Samban Mining | Batu bara | Bengkulu Tengah | Operasi Produksi |
PT. Mega Bara Quantum | Batu bara | Bengkulu Tengah | Operasi Produksi |
PT. Inti Bara Perdana | Batu bara | Bengkulu Tengah | Operasi Produksi |
PT. Kusuma Raya Utama | Batu bara | Bengkulu Tengah | Operasi Produksi |
PT. Bara Indah Lestari | Batu bara | Seluma | Operasi Produksi |
PT. Bumi Arya Syam & Syah | Batu bara | Seluma | Operasi Produksi |
PT. Energi Swa Dinamika Muda | Emas | Seluma | Eksplorasi |
PT. Perisai Prima Utama | Emas | Seluma dan Bengkulu Selatan | Eksplorasi |
Empat perusahaan yaitu PT. Jambi Resources, PT. Tansri Madjid Energi, PT. Energi Swa Dinamika Muda, dan PT. Perisai Prima Utama, konsesi izinya tepat berada di sesar Semangko.
Selain kerentanan geologi, Bengkulu juga rentan dengan bencana hidrometeorologi yaitu banjir dan longsor. Hal ini wajar karena jarak antara wilayah hulu yang merupakan kawasan hutan dengan wilayah hilir hanya sekitar 48 Km. Maka deforestasi kawasan hutan akibat pertambangan, perkebunan monokultur skala besar dan pembukaan lahan oleh masyarakat akan menyebabkan hutan kehilangan fungsi pengaturan tata air.
Rekam kejadian bencana banjir dan longsor dalam sepuluh tahun terakhir berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan telah terjadi sebanyak 104 kali dengan korban jiwa mencapai 106.551 jiwa terdampak dan mengungsi, serta 126 meninggal, 10 luka-luka.[3] Tren tingginya kejadian bencana banjir dan longsor di berbanding lurus dengan massifnya perizinan ekstraktif seperti tambang, perkebunan monokultur dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH).
Bengkulu Utara adalah kabupaten yang paling banyak terjadi banjir dan longsor. Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir terjadi 18 kali banjir dan longsor dengan total korban jiwa : 4182 jiwa terdampak dan mengungsi, 34 jiwa meninggal dan hilang, 1 jiwa luka-luka. Selain menjadi kabupaten terbanyak kejadian banjir dan longsor, Bengkulu Utara merupakan kabupaten terbanyak izin usaha pertambangan. Ada 19 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan komoditi batu bara, emas, pasir dan batu. 14 Hak Guna Usaha (HGU) dengan komoditi kelapa sawit dan karet. Serta 1 izin Hak Pengelolaan Huta (HPH).
Selain Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah merupakan kabupaten terbanyak izin ekstraktif sekaligus massif terjadi banjir dan longsor. Setidaknya BNPB mencatat terjadi 10 kali banjir dan longsor di Bengkulu Tengah. 42.585 jiwa terdampak dan harus mengungsi, 53 meninggal dan 8 luka-luka. Terdapat 10 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan komoditi batu bara, pasir dan batu. 4 perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dengan komoditi kelapa sawit.
Banjir dan longsor sebagai akibat salah urus bentang alam serta ancaman gempa dari patahan sumatera bukanlah dua hal yang menjadi penanda gentingnya wilayah bengkulu secara ekologis. Bengkulu juga memiliki jalur likuifaksi yang berada di sepanjang wilayah pesisir dengan tingkat kerentanan sedang dan beberapa titik di wilayah hulu dengan tingkat kerentanan sedang hingga tinggi. Meski begitu, wilayah rentan akan bencana likuifaksi ini tetap dibebani oleh izin usaha pertambangan. Seperti di pesisir Seluma, terdapat dua izin usaha pertambangan dengan komoditi pasir besi, tepat berada di jalur likuifaksi dengan tingkat kerentanan tinggi. Bukan hanya di Seluma, tempat berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang juga berada di jalur likuifaksi dengan tingkat kerentanan tinggi. Izin-izin pertambangan, tapak PLTU dan ruang industri menggantikan bentangan manggrove yang menjadi sabuk hijau (green belt) yang secara alamiah menjadi benteng pertahanan wilayah pesisir dari ancaman likuifaksi dan tsunami dari patahan Mentawai. Sama dengan wilayah hilir, di hulu pun tepat di jalur likuifaksi dengan kerentanan tinggi dan sedang telah dibebani oleh izin usaha pertambangan batu bara dan emas.
Ancaman dari patahan Mentawai pun tidak kalah mengerikan. Tidak sedikit tercatat goncangan gempa yang bersumber dari patahan ini. Selain gempa yang mengerikan dari pergerakan patahan Mentawai ini adalah golombang tsunami yang dapat menyapu bersih kawasan pesisir Bengkulu. Meski pengetahuan akan rentan nya wilayah pesisir ini dimiliki oleh para pengurus negara, tidak sedikitpun ditunjukan melalui keputusan-keputusan strategis penataan ruang. Bentangan sabuk hijau (green belt) dirubah menjadi wilayah pertambangan, wilayah industri dan direncanakan menjadi kawasan pariwisata berbasis modal.
Fisiologi tubuh Bengkulu yang begitu rentan mengharuskan kita memilih cara membangun Bengkulu dengan tidak melampaui batasan tubuh Bengkulu itu sendiri. Tidak mengabaikan setiap titik rentan pada tubuh Bengkulu.
[1] Dokumen yang berjudul Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatera dan Upaya Untuk mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman dari Bencana. Ditulis oleh Danny Hilman Natawidjaja; Desember 2007.
[2] idem
[3] Data BNPB diolah; diakses di http://bnpb.cloud/dibi/laporan5a pada 20 Juli 2020; pukul 12:55
Recent Comments