Saat ini sedikitnya ada 99 IUP aktif yang tersebar di 9 wilayah Kabupaten Provinsi Bengkulu baik yang sudah melakukan kegiatan pertambangan maupun belum melakukan kegiatan pertambangan.

Terdapat 5 perusahaan di Kabupaten Mukomuko dengan luas IUP 94,45 Ha, 39 perusahaan di Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas IUP 25.572,54 Ha, 10 perusahaan di Kabupaten Bengkulu Tengah dengan luas IUP 16.334,22 Ha, 3 perusahaan di Kabupaten Lebong dengan luas IUP 8.731,09 Ha, 12 perusahaan di Kabupaten Rejang Lebong dengan luas IUP 219,63 Ha, 9 perusahaan di Kabupaten Kepahiang dengan luas IUP 122,66 Ha, 10 perusahaan di Kabupaten Seluma dengan luas IUP 1.344,54 Ha, 8 perusahaan di Kabupaten Bengkulu Selatan dengan luas IUP 74,98 Ha, dan 3 perusahaan di Kabupaten Kaur dengan luas IUP 69,26 Ha. Total luas kawasan IUP yang diterbitkan ini mencapai 52.563,37 Ha dengan berbagai tahapan kegiatan dan komoditas yang dihasilkan.

Kemudian ada 22 perusahaan yang masa izinnya telah habis. Dari 6.878,43 Ha jumlah kawasan yang telah habis izin, terdapat 506,17 Ha wilayah yang belum direklamasi dan pascatambang dengan sempurna oleh 9 perusahaan. Terdapat 39 lubang bekas tambang yang dengan total luasan mencapai 316.300 M 2 dibiarkan menganga menjadi bukti kejahatan yang ditinggalkan.

PT Rekasindo Guriang Tandang, perusahaan yang berada di Kabupaten Bengkulu Utara dan beroperasi sejak Maret 2010 sampai Maret 2015 ini memiliki komoditas berupa batubara. Wilayah yang belum direklamasi seluas 31,3 Ha dari luas IUP 200 Ha. Memiliki 14 lubang yang terbagi menjadi beberapa lubang kecil dan besar dengan total luasan seluruhnya 120.200M 2 . Lubang terbesar yang diciptakan oleh perusahaan ini seluas 3,31 Ha atau kurang lebih 33.100 M 2

PT Bumi Arma Sentosa, perusahaan yang mengantongi izin sejak November 2010 hingga November 2020 ini meninggalkan 3 lubang bekas galian tambang batu bara seluas 34.300 M 2 dari luas IUP 950 Ha di Kabupaten Bengkulu Utara. Luas wilayah yang belum di reklamasi seluas 22,36 Ha.

PT Cipta Buana Seraya, perusahaan yang memiliki komoditi batubara ini terletak di Kabupaten Bengkulu Tengah dengan IUP seluas 2.649,59 Ha. melakukan dari Juli 2009 sampai Maret 2019 ini meninggalkan lubang sebanyak 4 lubang dengan luas 32.000 M 2 . Luas wilayah yang belum di reklamasi seluas 6,71 Ha.

PT Bara Sirat Unggul Permai, perusahaan yang berdiri di Kabupaten Bengkulu Tengah ini memiliki komoditi batubara dengan wilayah yang belum di reklamasi seluas 10,71 Ha dari total luas IUP 103,47 Ha. Perusahaan ini hanya menyisakan 1 lubang namun dengan cakupan luas mencapai 8.300 M 2 , sejak beroperasi dari bulan Mei 2009 hingga Mei 2017.

PT Bara Mega Quantum, perusahaan yang beroperasi sejak Mei 2011 sampai Januari 2020 ini memiliki komoditi batubara. Dari 1.998,07 Ha total luas IUP, perusahaan ini belum melakukan reklamasi seluas 191,73 Ha dan memasukkan 2 lubang seluas 5.800 M 2 . IUP perusahaan ini terbit di atas kawasan HPT Rindu Hati, Kabupaten Bengkulu Tengah.

PT Danau Mas Hitam, perusahaan yang memliki luas IUP 800,31 Ha ini mulai beroperasi sejak Mei 2011 hingga Desember 2018. Luas wilayah yang belum di reklamasi seluas 199,02 Ha dan meninggalkan 3 lubang dengan total luasan 96.800 M 2 . Perusahaan batubara ini memliki IUP yang sebagian berada di atas kawasan HP Rindu Hati I, HP Rindu Hati II dan HPT Rindu Hati di Kabupaten Bengkulu Tengah.

PT Ferto Rejang, perusahaan ini memiliki komoditas batubara yang beroperasi sejak Desember 2010 hingga Desember 2016 di Kabupaten Bengkulu Tengah. Jumlah wilayah yang belum direklamasi seluas 28,6 Ha dari luas IUP 70 Ha. Menciptakan 1 lubang tambang yang tersisa dari hasil operasi produksi dengan luas 1.100 M 2 .

PT Selo Moro Banyu Arto, perusahaan yang beroperasi sejak Oktober 2009 hingga Oktober 2019 ini berada di pinggiran pantai Kabupaten Kaur. Luas IUP nya adalah 48,33 Ha dengan wilayah yang belum di reklamasi seluas 10,9 Ha. Perusahaan ini menciptakan 6 lubang bekas galian pasir besi dan total luasan yang dihasilkan adalah 12.400 M 2 .

PT Bengkulu Mega Steel, perusahaan yang beroperasi sejak April 2010 hingga Desember 2015 ini belum melakukan reklamasi dengan baik pada wilayah izinnya seluas 4,84 Ha dari luas IUP yang diberikan 58,66 Ha. Meninggalkan 5 lubang tambang dengan jumlah luasan 5.400 M 2 . Lubang terbesar yang ditinggalkan seluasnya 2312 M 2 . Perusahaan tambang yang mendapat izin konsesi di pinggir pantai Kabupaten Kaur ini membuat lubang tambang dari hasil galian komoditi berupa pasir besi.

Namun kenyataannya sekarang, bukan hanya perusahaan yang telah mengabaikan izin mengabaikan peraturan tentang reklamasi. Banyak juga perusahaan yang IUP nya masih aktif dan masih melakukan aktivitas pertambangan yang belum melakukan reklamasi secara berkala. Berdasarkan analisa jarak jauh yang dilakukan Genesis melalui pengamatan citra satelit Planet periode Mei 2023, terdapat 194 lubang dengan total luasan 1.219.000 M 2 dari IUP yang masih aktif.

Padahal pada Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pascatambang, telah tertulis pada pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “Pemegang IUP eksplorasi dan IUPK eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi”. Dan pada ayat 2 berbunyi “Pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang”.

Pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 30 hari berdasarkan pasal 21 yang berbunyi “pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pasal 19 dan pasal 20 wajib dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu”.

Mengenai laporan reklamasi, pada pasal 22 ayat 1 mengatakan “pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya”. Dan ayat 2 “Meneteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud ayat 1 dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya laporan”.

Selanjutnya pelaksanaan pascatambang, tidak dilakukan setelah IUP habis. Berdasarkan pasal 25 ayat 1 “pemegang IUP operasi poduksi dan IUPK operasi produksi wajib melaksanakan pasca tambang setelah sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan berakhir”.

Mengenai laporan pasca tambang, pada pasal 26 ayat 1 mengatakan “pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pasca tambang setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya”. Untuk kemudian juga dievaluasi paling lambat 30 hari sejak diterimanya laporan.

Lalu dengan adanya lubang ini menimbulkan asumsi bahwa kurang baiknya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah akan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang kemudian menjadikan pihak perusahaan abai akan kewajiban yang harus di taati baik oleh pihak perusahaan maupun pemerintah.

Jelas dalam UU Nomor 4 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang menjelaskan tentang “kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara”. Dan pada pasal 141 ayat 2 berbunyi “pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal ini, tambang inspektur ditugaskan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dan dari pihak perusahaan tambang juga harus menugaskan pejabat yang bertugas mengawasi kegiatan reklamasi dan pasca tambang sesuai PP 78 Tahun 2010 pasal 20 ayat 2 yang berbunyi “dalam melaksanakan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana disebutkan pada ayat 1, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi harus menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang”.

Sebelum melakukan aktivitas, pihak perusahaan harus menyediakan jaminan berdasarkan pasal 29 ayat 1 yang berbunyi “pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang”. Lalu pada pasal 32 disebutkan “penempatan jaminan reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk melaksanakan reklamasi”.

Pada pasal lain menjelaskan sanksi sanksi yang dapat diberikan perusahaan yang tidak melakukan reklamasi dan perusahaan tetap wajib melakukan reklamasi meskipun mendapat sanksi. Kalimat tersebut terdapat pada pasal 50 ayat 3 yang berbunyi “pemegang IUP, IUPK, atau IPR yang dikenai sanksi berupa pencabutan IUP administratif, IUPK, atau IPR sebagaimana disebutkan ayat 2, tidak menghilangkan kewajibannya untuk melakukan reklamasi dan pascatambang”.

Lalu pertanyaanya kemana dana jaminan reklamasi tersebut? Seharusnya jika dana jaminan tersebut ada, pemerintah dapat melakukan reklamasi dengan menggunakan dana tersebut.

Menurut pengamatan yang dilakukan Genesis beberapa tahun ke belakang, luas kawasan yang belum sepenuhnya di reklamasi memang tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan total luasan perusahaan IUP. Namun jika dilihat dari pihak terakhir perusahaan melakukan operasi produksi atau waktu berakhir izin, dalam kurungan waktu yang sudah cukup lama, sudah selayaknya kegiatan reklamasi dan pasca tambang ini berjalan dengan baik atau setidaknya sudah tidak ada lagi bekas lubang galian yang tertinggal.

Dengan adanya peraturan yang bersifat mengikat, maka seharusnya tidak ada lagi alasan bagi pihak perusahaan maupun pemerintah yang tidak melakukan reklamasi dan pascatambang.