Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni dalam rapat kerja dengan komisi IV DPR RI di Jakarta mengatakan tidak akan segan mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) korporasi yang tidak melakukan kewajiban rehabilitasi lahan. Dalam menyikapi hal ini, Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia untuk segera mencabut izin PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) yang memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) seluas hampir 42 ribu hektar di Provinsi Bengkulu. Desakan ini dilakukan, karena selama bertahun-tahun perusahaan dinilai telah lalai mengamankan kawasan hutan di wilayah konsesinya.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat tahun 2024, kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14 ribu hektar. Hal ini tentu telah menyalahi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 Tahun 1999 Pasal 32 tentang kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021 Pasal 156 tentang penyelenggaraan kehutanan. Secara ringkas, dua pasal tersebut menegaskan bahwa pemegang izin berusaha memiliki kewajiban untuk menjaga, melindungi hutan, dan melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.
Iswadi, selaku Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia yang juga merupakan Koordinator Program Konsorsium Bentang Seblat menyatakan bahwa dari 30 kali patroli kolaboratif yang telah dilaksanakan di wilayah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah, ditemukan 114 kasus kejahatan kehutanan dan satwa. Modus operandi dari kejahatan ini adalah melakukan penebangan secara sembarangan atau yang lebih dikenal dengan istilah tebang tumbur.
“Lalu lahan ini ditinggalkan sejenak. Jika tidak ada respon dari penegak hukum maka selanjutnya areal yang sudah ditebang ini akan ditanam sawit. Ketika sawit mulai tumbuh barulah areal ini dibersihkan,” kata Iswadi.
konsorsium telah mengungkap dugaan jual beli lahan di kawasan hutan ini yang diduga melibatkan aparat penegak hukum dan pemerintahan desa. Di kalangan masyarakat luas beredar informasi tentang harga pasaran kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap ditanami sawit dijual 10 hingga 15 juta per hektar. Perambahan dan penguasaan lahan oleh pihak lain di areal konsesi ini juga telah dilaporkan ke penegak hukum.
Forum pengelolaan KEE koridor gajah Bentang Seblat telah menetapkan wilayah seluas 80.987 hektar di Bentang Seblat sebagai jalur konektivitas gajah Sumatera, termasuk di dalamnya seluas 23 ribu hektar wilayah konsesi PT API. Kesepakatan ini tertuang dalam SK Gubernur Bengkulu Nomor S.497.DLHK.2017 pada 22 Desember 2017 selaku Pelindung Forum KEE dan ditandatangani juga oleh PT API selaku Anggota Forum KEE.
Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu, Gunggung Senoaji, selaku Konsultan Program Konsorsium Bentang Seblat menyatakan bahwa sebagian lahan di Bentang Seblat merupakan lahan kelola PT API. Sesuai fungsinya, kawasan hutan yang menjadi real kerja PT API ini adalah Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis dan Hutan Produksi (HP) Air Rami. Walaupun fungsinya sebagai hutan produksi, lahan tersebut merupakan habitat beberapa satwa liar yang dilindungi, yakni harimau, gajah, tapir, beruang, dan burung rangkong. Sebagai perusahaan logging, seharusnya perusahaan ini mempunyai kewajiban mengelola kawasannya dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), yang salah satu kewajibannya adalah menanam arealnya yang berupa lahan terbuka dan mengamankan kawasannya dari gangguan.
“Dari sisi ekonomis, keberadaan perusahaan ini sudah tidak menguntungkan, terlihat dari performa perusahaan yang sudah tidak berproduksi dan aktivitas perusahaan yang ala kadarnya. Opsi terbaik bagi areal ini adalah perubahan fungsi dan peruntukan kawasan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi. Mekanismenya dapat dilakukan dengan pencabutan izin IUPHHKA dan diikuti merubah fungsinya menjadi hutan konservasi Suaka Marga Satwa. Jika hanya pencabutan izin IUPHHKA tanpa ada perubahan fungsi kawasan, hanya akan menyediakan lahan hutan yang status quo, tidak ada yang mengelola, dan ini akan berpotensi semakin luasnya lahan perambahan,” kata Gunggung.
Hasil kajian tutupan lahan tahun 2024 yang dilakukan pada wilayah izin PT API, seluas 14 ribu hektar tidak lagi berhutan. Area tersebut terdiri dari semak belukar 6,5 ribu hektar, perkebunan sawit dalam hutan 5,4 ribu hektar, dan lahan terbuka 2,1 ribu hektar. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada pelaksanaan kewajiban reboisasi (penanaman) pada lahan terbuka dan tidak ada kegiatan pengamanan areal oleh perusahaan, sehingga lebih dari 5 ribu hektar wilayahnya digarap masyarakat menjadi kebun sawit. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, perkebunan sawit dalam konsesi PT API tersebut mencapai hampir seribu hektar.
Egi Saputra, selaku Direktur Genesis Bengkulu mengatakan bahwa kawasan hutan produksi yang telah dibebani izin PT API terlihat compang camping. Ini menandakan tidak berjalannya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh PT API, maka sudah sepatutnya PT API masuk daftar perusahaan pemegang izin PBPH-Ha yang akan dicabut oleh Menteri Kehutanan.
Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia menyatakan bahwa, berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan, dampak yang telah dirasakan serta potensi dampak di masa depan, sudah sepantasnya Menteri Kehutanan memberikan perhatian penuh kepada kawasan ini dengan cara mencabut izin konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi.
“Kami mengapresiasi pernyataan Raja Juli untuk mencabut izin-izin perusahaan dalam kawasan hutan. Namun kami meragukan keberaniannya untuk mengoperasikan pernyataan tersebut. Jika memang benar, maka mencabut izin PT API adalah tindakan yang pantas untuk diutamakan” kata Ali.
Recent Comments