Siamang bersahut-sahutan, suaranya terdengar jelas setiap pagi dari balik bukit yang bernama Kayangan. Bukit Kayangan kemiringannya mencapai 45 derajat, ketinggian 653 Mdpl, luasnya 51,8 hektar dengan tutupan hutan yang masih relatif baik.

Meski memiliki fungsi hutan, bukit Kayangan statusnya Areal Peruntukan Lain (APL). Bukit Kayangan menjadi sumber air tiga desa : Muara Dua, secara khusus dusun Kulik Sialang, desa Air Palawan dan desa Sumber Harapan. Air dari Bukit Kayangan juga menjadi sumber Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ketiga desa tersebut.

Bukit Kayangan melampaui nama, dia adalah identitas bagi mereka, sebab fungsinya yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat tiga desa tersebut. Namun kini, identitas tersebut berusaha dirampas oleh PT. Ciptamas Bumi Selaras (PT. CBS) dengan perkebunan kelapa sawitnya. Perusahaan milik Ciputra Grup Plantation ini mengantongi izin hingga ke bukit Kayangan, membabat hutan di bukit Kayangan. Sejak itu fungsi hutan bukit Sialang mengalami penurunan, dan masyarakat begitu merasakan perubahan tersebut. Debit air berkurang dan mulai longsor jika hujan lebat turun.

Menjaga identitas adalah alasan Perempuan Pelestari Bukit Kayangan menjadi nama kelompok perempuan di Kulik Sialang. Mereka menyepakati nama itu pada 19 Februari lalu. Riuh terdengar suara mereka, tawa dan canda adalah langgam khas pertemuan kelompok perempuan ini. Usulan-usulan nama disampaikan, mulai dari “perempuan penyelamat bukit kayangan”, “perempuan penjaga bukit kayangan” hingga “bidadari kayangan”. Mereka serentak hening ketika usulan-usalan nama itu disampaikan. Memikirkan nama mana yang tepat. “Perempuan Pelestari Bukit Kayangan”, suara Sartini memecah keheningan. “Oh iya, itu aja” jawab Nurul. “Iya itu aja” timpal Neneng, diikuti dengan jawaban yang sama oleh perempuan lainnya.

“Bukit Kayangan” adalah identitas, sedangkan “pelestari” adalah bentuk terimakasih mereka pada bukit Kayangan, sekaligus komitmen mereka untuk menjaga bukit Kayangan. Sebab, menjaga bukit Kayangan adalah juga menjaga kehidupan mereka.

Mereka bersama-sama kemudian memilih Nurul yang akrab disapa bude, menjadi ketua kelompok. Kiki sebagai sekretaris dan Mimin sebagai bendahara. Mereka yang akan mendinamisasi kelompok ini kedepan. Mengatur keuangan dan administrasi yang dibutuhkan kelompok. Telah melalui kelas pengorganisasi dan kepemimpinan perempuan sebelumnya, membuat mereka tidak lagi takut. Saatnya mereka mulai mengimplementasikan pengetahuan yang mereka dapatkan di kelas belajar.

Membangun kebun pangan secara komunal adalah kegiatan pertama mereka. Kegiatan ini upaya untuk meningkatkan kemampuan subsistensi yang selama ini sudah mulai terbangun, sekaligus sebagai strategi melepas ketergantungan terhadap pasar dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga dengan basis kebersamaan.